KETIDAKADILAN GENDER DALAM NOVEL

Skripsi merupakan sebuah karya tulis yang di buat oleh mahasiswa tingkat dalam rangka memenuhi tugas akhir untuk menyelesaikan jenjang Strata 1 (S1). Membuat sebuah skripsi tidak lah sulit, hanya saja mahasiswa harus memiliki keuletan dan rajin membaca. selain itu, agar skripsi yang diba cepat selesai, mahasiswa harus rajin bimbingan dan mengerjakan revisi sesuai hasil bimbingan.

Berikut ini E-Jurnal skripsi yang telah saya beuat ketika menyelesaikan jenjang S1 yang berjudul  "Ketidakadilan Gender dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer (Analisis Karya Sastra Feminis)




KETIDAKADILAN GENDER
DALAM NOVEL “MIDAH SIMANIS BERGIGI EMAS” KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
(ANALISIS KARYA SASTRA FEMINIS)

oleh
NURHAYATI
2108120044

ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Ketidakadilan Gender Dalam Novel “Midah Simanis Bergigi Emas” Karya Pramoedya Ananta Toer (Analisis Karya Sastra Feminis) dan dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa di dalam kehidupan masyarakat banyak terjadi ketidakadilan yang dialami oleh perempuan, sehingga penulis tertarik untuk mengkaji bentuk feminisme berdasarkan perspektif gender pada sebuah novel karya penulis terkenal berjudul Midah Simanis Bergigi Emas” karya Pramoedya Ananta Toer.  Bertolak pada latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini dirumuskan masalahnya sebagai berikut, “Bagaimana bentuk ketidakadilan gender dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer?”, sedangkan tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mendeskripsikan bentuk ketidakadilan gender dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskripsi. Adapun fokus penelitian yang dikaji yaitu analisis bentuk ketidakadilan gender dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer dengan sub fokus penelitiannya berupa marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan, dan beban kerja. Berdasarkan hasil analisis bentuk ketidakadilan gender yang tedapat dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Bentuk Marginalisasi mengacu pada marginalisasi berdasarkan tempat pekerjaan dan  yang terjadi di dalam masyarakat atau kultur. 2) Bentuk Subordinasi, yaitu adanya penempatan posisi yang tidak penting. 3) Bentuk Stereotipe, yaitu pelabelan negatif. 4) Bentuk Kekerasan, yaitu Pemerkosaan terhadap perempuan, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga (domestic violence), dan kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitution). 5) Bentuk Beban Kerja, yaitu Pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Hasil penelitian ini dapat diimplikasikan pada masyarakat dan dunia pendidikan.

Kata Kunci: Novel, Feminisme, Ketidakadilan Gender

 
PENDAHULUAN
Sastra merupakan pengungkapan perasaan berdasarkan pengalaman hidup manusia yang dituangkan dalam sebuah karya sehingga dapat dinikmati oleh orang banyak. Hal ini sebagaimana diungkapkan Saini (1998: 3) bahwa, “Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa”. Dalam pengungkapannya, penulis seringkali menumpahkan emosi, kekesalan, kebencian, bahkan kegembiraan. Sehingga sastra ini bisa menjadi sebuah karya yang indah. Sesuai dengan pernyataan Wellek dan Austin (1989: 3) sebagai berikut, “Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni”.
Seiring berkembangnya zaman, pembagian karya sastra sangat beragam. seperti pendapat Aristoteles dan Horace dalam Wellek dan Austin (1989: 300) yakni, “Penggolongan dua jenis utama sastra, yaitu tragedi dan epik”. Luxemberg, dkk (1991:23) menambahkan ragam sastra atau genre sastra menjadi beberapa bagian sebagai berikut, “Sajak lirik dan sajak peristiwa; ode, sonata dan balada; cerita pendek dan novel, tragedi, komedi dan drama keluarga”.
Berdasarkan kedua pendapat di atas jika dilihat berdasarkan sifatnya sastra terbagi menjadi dua bagian. Seperti yang diungkapkan Saini (1988:18), “Sastra juga merupakan suatu bentuk karya seni yang berupa lisan maupun tulisan,  didalamnya berisi nilai-nilai serta unsur tertentu lainnya yang bersifat imajinatif dan non imajinatif”. Sastra yang bersifat imajinatif yakni karya sastra yang berdasarkan daya khayal penulis seolah-oleh benar adanya, sedangkan sastra nonimajinatif yakni tanpa adanya rekaan atau khayalan. Karya ini berdasarkan kenyataan. Sastra yang bersifat imajinatif diantaranya prosa fiksi (novel, cerpen, epik), puisi, dan drama, sedangkan sastra yang bersifat non imajinatif adalah khotbah, esai, surat menyurat, dan sebagainya.
Istilah fiksi diartikan sebagai cerita yang tidak nyata. Pujiharto (2012: 7) menjelaskan, “Kata fiksi jauh lebih mengesankan secara kuat pada arti sesuatu yang tidak nyata”. Artinya kata fiksi berarti sebuah cerita rekaan. Dalam karya sastra kata fiksi biasa disebut dengan fiksi naratif. Wellek dan Werren dalam Pujiharto (2012: 8) menyebutkan bahwa, “Dua ragam fiksi naratif yang utama, yaitu romansa (romance) dan novel. “Romansa menggambarkan apa yang tidak pernah terjadi dan tidak mungkin terjadi”(Pujiharto, 2012: 8), sedangkan “Novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata dari zaman pada saat novel itu ditulis (Pujiharto, 2012:8)”. “Novel mampu menghadirkan perkembangan satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih mendetail (Stanton, 2012:90)”. Novel memiliki pembabakan-pembabakan atau episode-episode yang saling berkaitan satu sama lainnya.
Sebagai karya sastra, novel banyak digemari. Sebagai bukti dari kegemaran tersebut yakni adanya proses mengapresiasi. S. Effendi dalam Aminuddin (2003: 35) mengungkapkan bahwa, “Apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli kara sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra”. Upaya pengapresiasian karya sastra dapat dilakukakn dengan berbagai cara, diantaranya membaca, mengamati, dan mengkaji karya sastra dengan sungguh-sungguh. “Kegiatan apresiasi dapat tumbuh dengan baik apabila pembaca mampu menumbuhkan rasa akrab dengan teks sastra yang diapresiasinya (Aminuddin, 2003: 35)”. Salah satu bentuk apresiasi di atas, yakni dengan adanya proses pengkajian ketidakadilan gender dalam karya sastra.
Ketidakadilan gender ini merupakan bagian dari kritik sastra feminis. Ratna (2013:192) menerangkan, “Kritik sastra feminis umumnya membicarakan tradisi sastra oleh kaum perempuan, pengalaman perempuan di dalamnya, kemungkinan adanya penulisan khas perempuan, dan sebagainya”. Ketidakadilan gender yang terjadi pada kaum perempuan menurut Fakih (2013:12) yakni, “Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden)”.

 
Alasan dipilihnya novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer untuk dikaji karena pengarang novel ini cukup terkenal. Terbukti Pramoedya Ananta Toer telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 41 bahasa asing.

LANDASAN TEORI
1.             Ketidakadilan Gender
Gender berbeda dengan seks. Seks merupakan jenis kelamin yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Fakih (2013:8) menjelaskan, “Jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu”. Sejalan dengan pendapat Murniati (2004:60) bahwa, “Seks membedakan manusia laki-laki dan perempuan dari aspek biologis (-kodrat, Ilahi)”. Meksudnya jenis kelamin manusia perempuan dan laki-laki yang memiliki ciri khusus. Ciri khusus dari jenis kelamin perempuan seperti yang diungkapkan Fakih (2013:8) yaitu, “Perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat menyusui”, sedangkan jenis kelamin laki-laki menurut Fakih (2013:8) adalah, “Manusia yang memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing) dan memproduksi sperma”.
Sementara itu, gender merupakan “Suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 2013:8)”. Muniarti (2004:60) menambahkan bahwa, “Gender membedakan manusia laki-laki dan perempuan secara sosial, mengacu pada unsur emosional, kejiwaan, dan sosial (=bukan kodrat, buatan manusia dari hasil belajar)”.
Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan ini melahirkan ketidakadilan gender. Menurut Fakih (2013:12), “Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban sistem tersebut”. Fakih (2013:12) juga menuturkan bahwa,
Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam pelbagai bentuk ketidakadilan, yakni: Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden).

Murniati (2004: 221) mengungkapkan bahwa, “Sistem kekuasaan di dunia dibangun di atas pandangan oposisi biner laki-laki dan perempuan. Dalam pandangan itu tercipta oposisi biner patriarkis yang memposisikan perempuan sebagai subordinat”.
Ketidakadilan gender akan berakibat fatal, untuk menghindarinya perempuan harus  berupaya untuk membebaskan diri. Upaya pembebasan diri ini bukan untuk memberontak, melainkan menyetarakan gender berdasarkan kultur sosial. Seperti pernyataan kedua ahli di atas bahwa ketidakadilan gender ini menempatkan perempuan pada posisi yang kurang beruntung, karena laki-laki berada satu tingkat lebih tinggi daripada perempuan.
1)             Marginalisasi
Marginalisasi merupakan bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan. Arivia (2006:343) mengungkapkan bahwa, “Marginalisasi ini merupakan batasan-batasan yang diterima oleh perempuan karena adanya perbedaan gender”. “Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan. (Fakih, 2013:15).
Dengan demikian akibat dari perbedaan gender ini menimbulkan diskriminasi berupa marginalisasi terhadap perempuan yang sangat serius. Marginalisasi membatasi kaum perempuan. Perempuan berada di bawah kekuasaan laki-laki sehingga perempuan mendapatkan batasan-batasan. Batasan-batasan perempuan bisa dilihat dari sumbernya  seperti yang diutarakan Fakih (2013:14), “Dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan”.

 
Selain itu marginalisasi ini bisa terjadi dalam berbagai tempat, misalnya yang  terjadi dalam tempat kerja, rumah tangga, masyarakat, dan negara. Senada dengan pendapat Fakih (2013:15), “Marginalisasi kaum perempuan tidak saja terjadi di tempat pekerjaan, juga terjadi dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur dan bahkan negara”.
2)             Subordinasi
Ketidakadilan gender yang kedua yaitu subordinasi. Subordinasi ini merupakan, “Anggapan bahwa perempuan itu irasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting (Fakih, 2013:15)”. Subordinasi pada perempuan ini bisa terjadi dari waktu ke waktu. Suarni (92016:31) juga menuturkan,
Subordinasi ialah sikap atau tindakan masyarakat yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dibanding laki-laki. Nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat telah memisahkan dan memilah-milah peran-peran gender, laki-laki dan perempuan. Perempuan dainggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan publik atau produksi.

Ketidakadilan gender ini beranggapan bahwa perempuan merupakan makhluk yang lemah lembut dan selalu mengambil keputusan berdasarkan perasaannya sendiri. Berbeda dengan laki-laki. Laki-laki lebih mengedepankan akal sehat dan logika. Secara kodratnya, perempuan juga bertugas sebagai ibu rumah tangga yang mengurus segala kebutuhan domestik.
3)             Stereotipe
Stereotipe merupakan ketidakadilan gender yang ketiga. Setereotipe ini merupakan pelabelan negatif yang terjadi pada peempuan. “Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu (Fakih, 2013:16). Stereotipe yang terjadi ini menimbulkan ketidakadilan terutama pada perempuan. Murniati (2004:79) menambahkan, “Ketidakadilan ini melekat pada perempuan pekerja”. Maksudnya jabatan sebagai sekretaris ataupun bendahara lebih cocok untuk perempuan padahal laki-laki pun dapat melakukannya, sedangkan laki-laki menjabat sebagai direktur atau pimpinan.
4)             Kekerasan
Kekerasan merupakan bentuk ketidakadilan yang sering terjadi pada perempuan. Kekerasan ini marak terjadi di berbagai tempat. “Kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang (Fakih, 2013:17). Pada dasarnya kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat.
Kekerasan ini terdapat beberapa aspek, diantaranya:
·                Pemerkosaan terhadap perempuan
·                Tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga (domestic violence)
·                Bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (genital mutilation)
·                Kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitution).
·                Kekerasan dalam bentuk pornografi.
·                Kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga Berencana (enforced sterilization)
·                Kekerasan terselubung (molestation).
·                Pelecehan seksual atau sexual and emotional harassment
Fakih (2013:20) mengkategorikan berbagai bentuk pelecehan seksual. Diantaranya:
1)             Menyampaikan lelucon jorok secara vulgar pada seseorang dengan cara yang dirasakan sangat ofensif.
2)             Menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor.
3)             Mengintrogasi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau kehidupan pribadinya.
4)             Meminta imbalan seksual dalam rangka janji untuk mendapatkan kerja atau untuk mendapatkan promosi atau janji-janji lainnya.
5)             Menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa ada minat atau tanpa seizin dari yang bersangkutan.
5)             Beban Kerja
Beban kerja merupakan bentuk ketidakadilan yang diberatkan pada kaum perempuan karena adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat bahwa pekerjaan rumah tangga adalah tugas perempuan. Seperti pendapat Fakih (2013:21), “Semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan”.
2.             Feminisme
Feminise bukan gerakan pemberontakan pada kaum laki-laki. Feminisme merupakan gerakan yang memperjuangkan hak-hak kaum perempuan. Karya sastra sangat erat hubungannya dengan feminisme. Karya sastra dapat dikaji dengan feminisme atau biasa disebut kritik sastra feminisme. Selain itu, para feminis juga memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai aliran ini. Oleh karena itu, feminisme sangat beragam.

1)            

 
Pengertian Feminisme
Feminisme lahir awal abad ke 20, yang dipelopori oleh Virginia Woolf dalam bukunya yang berjudul A Rom Of One’s Own (1929). “Perkembangannya yang sangat pesat, yaitu sebagai salah satu aspek teori kebudayaan kontemporer, terjadi tahun 1960-an (Ratna, 2013:183)”.  Feminisme merupakan gerakan perempuan dalam memperjuangkan haknya. Seringkali perempuan dianggap lebih rendah ketimbang laki-laki. “Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial (Ratna, 2013:184)”.  Bhasin dan Nighat (1999) menambahkan pengertian mengenai feminisme sebagai berikut, “Suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun lelaki untuk mengubah keadaan tersebut”.
2)        Jenis-Jenis Feminisme
Feminisme merupakan gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Misiyah (2006:43) menuturkan sebagai berikut,
Feminisme adalah pemikiran yang dinamis. Berbagai varian alirannya muncul karena kedinamisannya itu, ketanggapannya menyesuaikan diri dengan kondisi dan status perempuan setempat. Feminisme radikal dan liberal, misalnya, berkembang di negara-negara liberal. Feminisme sosialis dan marxis berkembang untuk menggugat persoalan struktur kelas.  Untuk menjawab kebutuhan perempuan yang didiskriminasi karena waran kulit, berkembang aliran feminis yang memberdayakan perempuan kulit berwarna (blak feminism), feminisme dunia ketiga/ poskolonial menjawab persoalan dunia ketiga/ poskolonial, dan feminisme agama menjadi alat bagi perempuan untuk mencari sumber-sumber penindasan berdasar agama.

Varian aliran feminisme di atas berkembang sesuai dengan pemberdayaannya dalam masyarakat. Selain itu Fakih (2013:84) menambahkan  aliran-aliran feminisme berdasarkan konflik yang terjadi antara perempuan dan laki-laki.
Kelompok pertama menganut teori konflik adalah Feminisme Radikal  yang sejarahnya justru muncul sebagai reaksi atas kultur sexism atau diskriminasi sosial berdasarkan jenis kelmin di Barat pada tahun 60-an, khususnya sangat penting dalam melawan kekerasan seksual dan pornografi.
Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa kekerasan terhadap perempuan diakibatkan oleh sistem patriarki. Patriarki merupakan kelompok masyarakat yang menomorduakan kaum perempua dan semua kekuasaan berada di tangan laki-laki. Dalam feminisme radikal, tubuh perempuan menjadi objek segala penindasan yang dilakukan oleh kaum laki-laki.
“Bagi gerakan feminisme radikal, revolusi terjadi pada setiap perempuan yang telah mengambil aksi untuk merubah gaya hidup, pengalaman, dan hubungan mereka sendiri terhadap kaum laki-laki (Fakih, 2013:85).
Kelompok penganut teori konflik yang kedua adalah Feminisme Marxis. Kelompok ini menolak keyakinan kaum feminism Radikal yang menyatakan biologi sebagai dasar pembedaan gender. Bagi mereka penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi (Fakih, 2013:86).
Penganut paham feminisme marxis  menolak keyakinan kaum feminisme radikal. “Bagi mereka penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi (Fakih, 2013:86). Paham ini tidak menyalahkan sistem patriarki, tetapi sistem kapitalisme yang menjadi penyebabnya.
Penganut aliran konflik ketiga adalah Feminisme Sosialis. “Bagi feminisme sosialis penindasan perempuan terjadi di kelas mana pun, bahkan revolusi sosialis ternyata tidak serta merta menaikkan posisi perempuan (Fakih, 2013:90)”. Aliran ini setuju dengan aliran feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan. Akan tetapi, aliran ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu.
“Feminisme sosialis juga menganggap bahwa penindasan perempuan bisa mlahirkan kesadaran revolusi, tapi bukan revolusi model perempuan sebagai jenis kelamin (woman as sex) yang diproklamirkan oleh feminis radikal (Fakih, 2013:92). Penganut aliran konflik keempat adalah Feminisme Liberal. Aliran ini bertumpu pada kebebasaan dan kesetaraan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk yang rasional. Pandangan dan haknya sama dengan laki-laki.
3.             Novel
Novel adalah karangan fiksi yang berisi tentang gambaran kehidupan manusia. Pujiharto (2012:8) menyatakan “Novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata dari zaman pada saat novel itu ditulis. Jumlah kata dalam novel lebih banyak daripada cerpen. Stanton (2012:76) menegaskan “Jumlah kata dalam cerpen harus lebih sedikit ketimbang jumlah kata dalam novel”.

METODE PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, metode penelitian yang dianggap tepat yakni metode penelitian deskriptif. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Nazir (2011:54) bahwa, “Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”. Selain itu Nazir (2011:55) menjelaskan cara kerja peneliti, “Kerja peneliti, bukan saja memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, tetapi juga menerangkan hubungan, menguji hipotesis-hipotesis, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan”.

 
Dengan demikian, metode deskriptif merupakan paling tepat dan relevan untuk digunakan dalam menganalisis bentuk marginalisasi perempuan dalam novel dan karya sastra yang lainnya. Jenis-jenis metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.             Metode deskriptif berkesinambungan (continuity descriptive)
“Metode deskriptif berkesinambungan (continuity descriptive research), adalah kerja meneliti secara deskriptif yang dilakukan secara terus-menerus atas suatu objek penelitian  (Nazir, 2011:55)”. Teknik ini digunakan dengan maksud untuk menganalisis data secara terus menerus hingga informasi yang dibutuhkan terpenuhi.
2.             Studi pustaka
Studi pustaka digunakan untuk mendapatkan informasi dengan cara membaca atau meneliti buku-buku yang menunjang dalam upaya mengumpulkan informasi data yang dibutuhkan. Keraf (1994:167) menyatakan, “Untuk mengumpulkan bahan-bahan mentah di perpustakaan itu seorang penulis tidak perlu membaca semua buku yang tersedia”. Dengan demikian, dalam studi pustaka ini peneliti hanya perlu membaca buku yang dianggap penting dan ada kaitannya dengan informasi data yang dibutuhkan saja.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.             Deskripsi Bentuk Marginalisasi
Bentuk marginalisasi yang terdapat pada novel Midah Simanis Bergigi Emas sebagai berikut:
1)             Marginalisasi berdasarkan tempat pekerjaan
Bentuk marginalisasi perempuan yang terdapat dalam novel “Midah Simanis Bergigi Emas” karya Pramoedya Ananta Toer yang pertama yakni marginalisasi yang terjadi berdasarkan tempat pekerjaan. Sebagai seorang perempuan yang mandiri tentunya pekerjaan sangat penting untuk memperoleh penghasilan. Namun, karena usia yang tidak muda lagi akan menghambat pekerjaan dan  dianggap tidak produktif. Pada novel “Midah Simanis Bergigi Emas” terdapat kutipan yang menceritakan bahwa perempuan mengalami marginalisasi sebagai berikut:
Setelah menunjuk perempuan setengah tua bergigi emas, ia meneruskan: Dia sudah tua, Tidak menarik pendengar lagi.
Apa? Habis manis sepah dibuang! Teriak wanita bergigi emas itu.
Nanti dulu, Nini. Biar aku Bicara sama orang ini.
Kalau engkau ambil dia dalam rombongan, sekarang juga aku pergi. (Toer, 2015:32).

2)             Marginalisasi yang terjadi dalam masyarakat atau kultur
Bentuk marginalisasi perempuan yang terdapat dalam novel “Midah Simanis Bergigi Emas” karya Pramoedya Ananta Toer yang kedua yakni marginalisasi perempuan yang terjadi dalam masyarakat atau kultur.
Berikut ini kutipan yang menyatakan adanya marginalisasi yang terjadi di dalam masyarakat atau kultur.
Hampir-hampir ia tak sanggup berhadapan dengan paratetangganya yang datang menengok.
Mereka semua musuh! Musuh kepercayaannya Musuh pendiriannya! Musuh kedamaian jiwa yang dengan susahpayah ia pupuk.
Ia dapat mengira-ngira apa saja yang dipercakapkan mereka atas dirinya. Ia pun sudah bisa mengira-ngirakan bahwa mereka, karena sifat berkuasanya, akan membuat dirinya menjadi aduan yang bisa dibuat kue sekehendak hati mereka. (Toer, 2015:121).
2.             Deskripsi Bentuk Subordinasi
Ketidakadilan gender yang kedua yaitu subordinasi. Subordinasi ini merupakan, “Anggapan bahwa perempuan itu irasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting (Fakih, 2013:15)”. Bentuk subordinasi yang terdapat pada novel Midah Simanis Bergigi Emas yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting sebagai berikut:
 “Kalau engakau begitu cemburuan, aku takut engkau jatuh jadi pengemis di Pasar Senen. (Toer, 2015:33)”.
3.             Deskripsi Bentuk Stereotipe
Stereotipe merupakan bentuk ketidakadilan gender yang ketiga. “Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu (Fakih, 2013:16). Stereotipe yang terjadi ini menimbulkan ketidakadilan terutama pada perempuan.
Bentuk stereotipe yang terdapat pada novel Midah Simanis Bergigi Emas sebagai berikut:
 “Jadi harus anak empok dianggap anak haram? (Toer, 2015:52)”.

4.             Deskripsi Bentuk Kekerasan
Bentuk kekerasan yang terdapat pada novel Midah Simanis Bergigi Emas sebagai berikut:
1)            

 
Pemerkosaan terhadap perempuan
Pemerkosaan merupakan bentuk kekerasan yang dapat merenggut kehormatan kaum perempuan. Menurut Fakih (2013:18), “Perkosaan terjadi jika seseorang melakukan paksaan untuk mendapatkan palayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan”. Ketidakrelaan ini timbul dari rasa malu, ketakutan, ataupun keterpaksaan.
Berikut ini kutipan yang menceritakan adanya pemerkosaan terhadap perempuan.
 “Jangan ganggu aku. Aku sedang mengandung. Tetapi Mimin tidak peduli. Tubuhnya telah terguncang-guncang oleh terkaman itu. (Toer, 2015:49)”.
2)             Tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga (domestic violence)
Salah satu penyebab terjadinya pemukulan dan serangan fisik adalah adanya perbedaan pendapat ataupun menyinggung perasaan pelaku. Pada novel Midah Simanis Bergigi Emas terdapat kutipan yang menceritakan seorang perempuan yang mengalami kekerasan berupa pemukulan sebagai berikut:
 “Dan waktu dilihatnya Midah masih asyik mengiringi lagu itu, ia tampar gadis itu pada pipinya. (Toer, 2015:18)”
3)             Kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitution)
Pada era globalisasi biaya hidup semakin mencekik rakyat menengah ke bawah, untuk itu bagi sebagian orang  pelacuran menjadi pelarian dalam menyambung hidup.
“Pelacuran merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang diselenggarakan oleh suatu mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan (Fakih, 2013:18)”. Dengan demikian pemicu kekerasan ini sebagaian besar disebabkan oleh faktor ekonomi.
Pada novel “Midah Simanis Bergigi Emas” terdapat kutipan yang menyatakan adanya kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitution) sebagai berikut.
“Midah dalam sepotong hidupnya yang sekarang, telah banyak bertemu lelaki-pertemuan antara segala-galanya. (Toer, 2015:131)”.

5.             Deskripsi Bentuk Beban Kerja
Beban kerja merupakan bentuk ketidakadilan yang diberatkan pada kaum perempuan karena adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat bahwa pekerjaan rumah tangga adalah tugas perempuan. Seperti pendapat Fakih (2013:21), “Semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan”.
Bebeban kerja yang diberatkan pada perempuan yang terdapat pada novel Midah Simanis Bergigi Emas sebagai berikut:
“Biarlah kita kawin saja, Manis. Engkau tinggal di rumah merawat anak ini, dan bila aku pulang, makan sudah sedia. (Toer, 2015:58)”.

SIMPULAN DAN SARAN
1.             Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer, dapat disimpulkan bahwa bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam  novel Midah Simanis Bergigi Emas karya  Pramoedya Ananta Toer terdiri dari 5 bentuk: 1) marginalisasi, 2) subordinasi, 3) stereotipe, 4) kekerasan, dan 5) beban kerja.
Ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer sebagai berikut:
1)             Ketidakadilan dalam bentuk marginalisasi
Ketidakadilan gender dalam bentuk marginalisasi pada novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer yaitu  marginalisasi berdasarkan tempat pekerjaan dan  yang terjadi di dalam masyarakat atau kultur. Pada novel ini ada dua tokoh yang mengalami marginalisasi yaitu Midah dan Nini.
2)             Ketidakadilan dalam bentuk subordinasi
Ketidakadilan gender yang kedua yaitu subordinasi. Subordinasi yang terdapat pada novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer yaitu adanya penempatan posisi yang tidak penting yang di alami oleh tokoh perempuan bernama Midah.
3)             Ketidakadilan dalam bentuk stereotype
Ketidakadilan gender dalam bentuk stereotipe yang terdapat pada novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer yaitu pelabelan negatif. Pelabelan negatif ini dialami oleh tokoh perempuan bernama Midah.
4)             Ketidakadilan dalam bentuk kekerasan
Ketidakadilan gender yang keempat yaitu ketidakadilan dalam bentuk kekerasan. Bentuk kekerasan yang terdapat pada novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer yaitu Pemerkosaan terhadap perempuan, tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga (domestic violence), dan kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitution).­ Bentuk-bentuk kekerasan tersebut dialami oleh tokoh bernama Midah.
Berdasarkan penjelasan di atas, bentuk ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer didominasi oleh ketidakadilan dalam bentuk kekerasan. Midah sebagai tokoh utama lebih banyak mengalami kekerasan. Baik berupa pemerkosaan, pemukulan, ataupun pelacuran.
5)            

 
Ketidakadilan dalam bentuk beban kerja
Ketidakadilan gender yang kelima yaitu ketidakadilan dalam bentuk beban kerja. Bentuk beban kerja yang terdapat yang terdapat pada novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer yaitu pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.
2.             Saran
Berdasarkan simpulan di atas maka penulis akan menyampaikan saran-saran sebagai berikut.
·                Hasil penelitian mengenai ketidakadilan gender dalam  Novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer dapat dijadikan gambaran dalam hubungan sosial antara kaum laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan sehari-hari.
·                Penelitian ketidakadilan gender dalam  Novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer ini dapat membantu memperbaiki permasalahan mengenai ketidakadilan gender yang dialami oleh kaum perempuan.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. 2013. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Refika Aditama.
Aminudin. 2000. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: PT Sinar Baru Algensindo.
Arivia, Gadis. 2006. Feminisme: Sebuah Kata Hati. Jakarta: Buku Kompas.
Bhasin, Kamla dan Nighat Said Khan. 1999. Persoalan Pokok Mengenai Feminisme dan Relevansinya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Endraswara, Suwardi. 2004. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Fakih, Mansour. 2013. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Hidayat, Kosadi. 2001. Perencanaan Pengajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: CV. Trimitra Mandiri.
Keraf, Gorys. 1994. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.
Luxemburg, Jan Van dan Willem g. Weststeijin. 1991. Tentang Sastra.  Jakarta: Intermasa.
Murniati, Nunuk. 2004. Getar Gender: Buku Pertama. Magelang: IndonesiaTera.
Musiyah. Dkk. 2006. Jurnal Perempuan Untuk Pencerahan dan Kesetaraan. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan.
Nazir, Moh. 2013. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nina, Johan. 2012. Perempuan Nuaulu. Jakarta: Buku Obor.
Nugraha, Aji Danu, dkk.. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Reaksi Redoks Bervisi Sets, Berorientasi Konstruktivistik. Journal of Innovative Science Education. 2 (1): 27-34.
Pujiharto. 2012. Pengantar Teori Fiksi. Yogyakarta: Ombak.
Rachman, Deni. DKK.(2006). Jurnal Perempuan Untuk Pencerahan dan Kesetaraan.Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik: Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suarni. 2016. Subordinasi Anak Perempuan dalam Keluarga. Jurnal Equilibrium. 1(2): 29-37.
Stanton, robert. 2012. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudjana, Nana. 2009. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sugihastuti dan Suharto. 2013. Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kulitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Toer, Pramoedya Ananta. 2015. Midah Simanis Bergigi Emas. Jakarta: Lentera Dipantara.
Widaningsih. 2012. Marginalisasi Perempuan dalam Pemberitaan Harian Jawa POS Tentang Pekerja Migran Perempuan. Acta diurna. 8 (1): 31-38.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.

0 comments:

Post a Comment

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net