BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Pendidikan
merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran
agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan biasanya berawal saat seorang
bayi
itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari
sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik
dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi
mereka sebelum kelahiran.
Bagi sebagian orang, pengalaman
kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal.
Seperti kata Mark Twain,
"Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya.
Anggota keluarga mempunyai peran
pengajaran yang amat mendalam, sering kali lebih mendalam dari yang disadari
mereka, walaupun pengajaran anggota keluarga
berjalan secara tidak resmi.
1.2.
RUMUSAN
MASALAH
ü Apakah pengertian
historis pendidikan?
ü Bagaimana landasan historis pendidikan
nasional Indonesia?
ü Bagaimana implikasi sejarah terhadap konsep pendidikan
nasional Indonesia?
1.3.
TUJUAN
Berikut tujuan penyusunan makalah ini sebagai berikut:
ü Untuk mengetahui pengertian historis pendidikan.
ü Untuk mengetahui landasan historis pendidikan nasional
Indonesia.
ü Untuk memahami implikasi sejarah terhadap konsep
pendidikan nasional Indonesia.
1.4.
MANFAAT
Adapun
manfaat dari penulisan makalah ini yakni memberikan wawasan serta pengetahuan
yang bermanfaat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
PENGERTIAN HISTORIS PENDIDIKAN
Yang
dimaksud dengan sejarah/historis adalah keadaan masa lampau dengan
segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu.
Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian, model,
konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007:
109).
Yang
dimaksud dengan landasan historis pendidikan adalah sejarah pendidikan di masa
lalu yang menjadi acuan terhadap pengembangan pendidikan di masa kini.
2.2.
LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA
Landasan
historis pendidikan Nasional Indonesia tidak terlepas dari sejarah bangsa
indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah
yang cukup panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai
datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia.
Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk
menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta
memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup
serta filsafat hidup bangsa. Pada akhirnya bangsa Indonesia menemukan
jati dirinya, yang di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter bangsa
yang berbeda dengan bangsa lain. Para pendiri negara kita merumuskan negara
kita dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi 5 prinsip
(lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Jadi,
secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum
dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis
telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai
Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri.
Konsekuensinya, Pancasila berkedudukan sebagai dasar filsafat negara serta
ideology bangsa dan negara, bukan sebagai suatu ideology yang menguasai bangsa,
namun justru nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal dari
bangsa Indonesia itu sendiri.
Dengan
kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional
Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif.
Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan
pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang
lampau.
Dengan
demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada
umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau
(Pidarta, 2007: 110). Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah
pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa.
Sejarah telah memberi penerangan, contoh, dan teladan bagi manusia dan
diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban manusia itu sendiri di masa kini
dan masa yang akan datang.
Berikut
ini adalah pembahasan landasan sejarah kependidikan di Indonesia yang meliputi:
2.2.1. SEJARAH PENDIDIKAN DUNIA
Sejarah
pendidikan dunia yang memberikan pengaruh pada pendidikan zaman sekarang
meliputi zaman-zaman: Realisme, Rasionalisme, Naturalisme, Developmentalisme,
Nasionalisme, Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme, serta Sosialisme.
2.2.1.1.ZAMAN REALISME
Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh penemuan-penemuan ilmiah
baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan
dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan sebelumnya yang banyak
berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan akhirat. Realisme menghendaki pikiran
yang praktis (PIdarta, 2007: 111-14). Menurut aliran ini, pengetahuan yang
benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata tetapi juga melalui
persepsi penginderaan (Mudyahardjo, 2008: 117).
Tokoh-tokoh
pendidikan zaman Realisme ini adalah Francis Bacon dan Johann Amos Comenius.
Sedangkan prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan pada zaman ini meliputi:
ü
Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran,
ü
Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri,
ü
Penanaman pengertian lebih penting daripada
ü
Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak,
ü
Pelajaran harus diberikan satu per satu, dari yang paling
mudah,
ü
Pengetahuan diperoleh dari metode berpikir induktif (mulai dari menemukan fakta-fakta
khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan simpulan) dan anak-anak harus
belajar dari realita alam,
ü
Pendidikan bersifat demokratis dan semua anak harus
mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar (ibid.: 111-14).
2.2.1.2.ZAMAN RASIONALISME
Aliran
ini memberikan kekuasaan pada manusia untuk berfikir sendiri dan bertindak
untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan
bertindak untuk dirinya. Paham ini muncul karena masyarakat dengan kekuatan
akalnya dapat menumbangkan kekuasaan Raja Perancis yang memiliki kekuasaan
absolut.
Tokoh
pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah John Locke. Teorinya yang
terkenal adalah leon Tabularasa, yaitu mendidik seperti menulis di atas
kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimilikinya manusia
digunakan unutk membentuk pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan jiwa
manusia ini bisa mengarah kepada hal-hal yang negatif, seperti intelektualisme,
individualisme, dan materialisme (ibid.: 114-15).
2.2.1.3.ZAMAN NATURALISME
Sebagai
reaksi terhadap aliran Rasionalisme, pada abad ke-18 muncullah aliran
Naturalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan
yang tidak wajar sebagai akibat dari Rasionalisme, seperti korupsi, gaya hidup
yang dibuat-buat dan sebagainya. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara
kekuatan rasio dengan hati dan alamlah yang menjadi gurr, sehingga pendidikan
dilaksanakan secara alamiah (pendidikan alam) (ibid.: 115-16). Naturalisme
menyatakn bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan
jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri (Mudyaharjo, 2008: 118).
2.2.1.4. ZAMAN DEVELOPMENTALISME
Zaman
Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang pendidikan
sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut
gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Pestalozzi,
Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall.
Konsep
pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini meliputi:
ü
Mengaktualisasi semua potensi anakyang masih laten,
membentuk watak susila dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan
derajat social manusia.
ü
Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat
perkembangan anak (Pidarta, 2007: 116-20) yang melalui observasi dan eksperimen
(Mudyahardjo, 2008: 114).
ü
Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang
disertai asuhan yang baik (nurture).
ü
Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan
dasar dan pengembangan pendidikan universal (Mudyaharjo, 2008: 114).
2.2.1.5.ZAMAN NASIONALISME
Zaman
nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya membentuk patriot-patriot
bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Tokoh-tokohnya adalah La
Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika Serikat).
Konsep
pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini adalah:
ü
Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara,
ü
Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan,
ü
Materi pelajarannya meliputi: bahasa dan kesusastraan
nasional, pendidikan kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan
geografi Negara, dan pendidikan jasmani.
Akibat negatif dari pendidikan ini
adalah munculnya chaufinisme, yaitu kegilaan atau kecintaan terhadap
tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa Negara, seperti di Jerman, yang
akhirnya menimbulkan pecahnya Perang Dunia I (Pidarta, 2007: 120-21).
2.2.1.6.ZAMAN LIBERALISME, POSITIVISME, DAN INDIVIDUALISME
Zaman
ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat
untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam bidang
ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang
berkuasa yang kemudian mengarah pada individualisme. Sedangkan positivisme
percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga kepercayaan
terhadap agama semakin melemah. Tokoh aliran positivisme adalah August Comte
(ibid.: 121).
2.2.1.7.ZAMAN SOSIALISME
Aliran
sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap dampak
liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokoh-tokohnya adalah Paul
Nartrop, George Kerchensteiner, dan John Dewey.
Menurut
aliran ini, masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada individu.
Ibarat atom, individu tidak ada artinya bila tidak berwujud benda. Oleh karena
itu, pendidikan harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial (ibid.: 121-24).
2.2.2.
SEJARAH PENDIDIKAN INDONESIA
Pendidikan
di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada
sejak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu dan
Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka (ibid.: 125).
Mudyahardjo (2008) dan Nasution (2008) menguraikan masing-masing zaman tersebut
secara lebih terperinci.
Berikut
ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
2.2.2.1. ZAMAN PENGARUH HINDU DAN BUDHA
Hinduisme
and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme
merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki
kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan
Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara
Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika , secara etimologis berasal dari
keyakinan tersebut (Mudyahardja, 2008: 215)
Tujuan
pendidikan pada zaman ini sama dengan tujuan kedua agama tersebut. Pendidikan
dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan
Budha (ibid.: 217)
2.2.2.2.ZAMAN PENGARUH ISLAM (TRADISIONAL)
Islam
mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar
Nusantara pada abad ke-16. Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan
dengan perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun
sebagai arus kebudayaan (ibid.: 221). Pendidikan Islam pada zaman ini disebut
Pendidikan Islam Tradisional.
Tujuan
pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi
sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh Nabi
Muhammad s.a.w. untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. (ibid.: 223).
Pendidikan
Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat, namun banyak
diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu
dan terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga. Sedangkan di luar Jawa, Pendidikan
Islam yang dilakukan oleh perseorangan yang menonjol adalah di daerah
Minangkabau (ibid.: 228-41).
2.2.2.3.ZAMAN PENGARUH NASRANI (KATHOLIK DAN
KRISTEN)
Bangsa
Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan
Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai
bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan
dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242).
Di
samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa
Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama
yang mereka anut, yakni Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang
Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan.
Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan raja-raja di
Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605 (Nasution,
2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi
misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis
dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit.
Sedangkan
pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali
tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari
rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah
Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost
Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602
(Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap
VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan
Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang
bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh
VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah
berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi colonial. Tujuannya untuk
melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan,
Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
2.2.2.4.ZAMAN KOLONIAL BELANDA
VOC
pada perkembangannya diperkuat dan dipersenjatai dan dijadikan benteng oleh
Belanda yang akhirnya menjadi landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya.
Lambat laun kantor dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi basis
politik dan territorial. Setelah pecah perang kolonial di berbagai daerah di
tanakh air, akhirnya Indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan Belanda
(ibid.: 3).
Pada
tahun 1816 VOC ambruk dan pemerintahan dikendalikan oleh para Komisaris Jendral
dari Inggris. Mereka harus memulai system pendidikan dari dasar kembali, karena
pendidikan pada zaman VOC berakhir dengan kegagalan total. Ide-ide liberal
aliran Ufklarung atau Enlightement, yang mana mengatakan bahwa
pendidikan adalah alat untuk mencapai kemajuan ekonomi dan social, banyak
mempengaruhi mereka (ibid.: 8).
Oleh
karena itu, kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya
ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual,
nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan
untuk anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19.
Setelah
tahun1848 dikeluarkan peraturan pemerintah yang menunjukkan bahwa pemerintah
lambat laun menerima tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak
Indonesia sebagai hasil perdebatan di parlemen Belanda dan mencerminkan sikap
liberal yang lebih menguntungkan rakyat Indonesia (ibid.: 10-13).
Sejak
dijalankannya Politik Etis tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang
pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini
meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain
anak-anak Indonesia yanorang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah
menimbulkan elite intelektual baru.
Golongan
baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan.
Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak
berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya
Sumpah Pemuda tahun 1928.
Setelah
itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch
Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai
Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik
anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008: 125-33).
2.2.2.5.ZAMAN KOLONIAL JEPANG
Perjuangan
bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita
untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan
alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan
semangat 45 di hati mereka.
Meskipun
demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di
bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah
Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang.
Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk
di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan
sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia
merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi
kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia.
2.2.2.6.ZAMAN KEMERDEKAAN (AWAL)
Setelah
Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini
karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai
Indonesia dating silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saai itu
bukanlah prioritas utama karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana
mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat.
Tujuan
pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur pendidikan.
Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang
terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan
yang diharapka bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat
dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak
pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak
dapat bersekolah.
2.2.2.7.ZAMAN ‘ORDE LAMA’
Setelah gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi
kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual
maupun material.
Setelah
diadakan konsolidasi yang intensif, system pendidikan Indonesia terdiri atas:
Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan pendidikan
harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung
jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk
tiap-tiap penduduk negara.
Di
samping itu, Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang dapat
membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di
dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang
ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi
Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu membentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Merauke, menyelenggarakan masyarakat
Sosialis Indonesia yang adil dan makmur, lahir-batin, melenyapkan kolonialisme,
mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah
perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardjo, 2008:
403).
2.2.2.8.ZAMAN ‘ORDE BARU’
Orde
Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya
melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan
pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde
Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari
sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Menurut
Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup dan
dilaksanakan di dalam lingkungan rumahtangga, sekolah dan masyarakat(Ibid.:
422, 433). Pendidikan pada masa memungkinkan adanya penghayatan dan pengamalam
Pancasila secara meluas di masyarakat, tidak hanya di dalam sekolah sebagai
mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan (ibid.: 434).
Di
samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan.
Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam
meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008:
137-38). Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran
pendidikan yang diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan
berpusat pada pemerintah pusat.
Namun
demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa
kesenjangan. Buchori dalam Pidarta (2008: 138-39) mengemukakan beberapa
kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan dunia
kerja), (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan
masih banyak menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak
bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi), dan (4) kesenjangan temporal
(kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini).
Namun
demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah (1)
kesadaran beragama dan kenagsaan meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan
kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat
(Pidarta, 2008: 141).
2.2.2.9. ZAMAN ‘REFORMASI’
Selama
Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal
yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan
perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai
Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi
masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan
menyaampaikan pendapatnya (ibid.: 143).
Begitu
Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang
baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun.
Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa
program yang jelas.
Sementara
itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah banyak,
demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin
sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada
perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan
mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu
kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu
peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan
desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality
Management).
2.3.
IMPLIKASI SEJARAH TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN NASIONAL
INDONESIA
Masa
lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan yang
kita miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam
sejarah pengalaman bangsa kita pada masa yang telah lalu (Nasution, 2008: v).
Pembahasan
tentang landasan sejarah di atas memberi implikasi konsep-konsep pendidikan
sebagai berikut:
2.3.1.
TUJUAN PENDIDIKAN
Pendidikan
diharapkan bertujuan dan mampu mengembangkan berbagai macam potensi peserta
didik serta mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis. Tujuan
pendidikan juga diarahkan untuk mengembangkan aspek keagamaan, kemanusiaan,
kemanusiaan, serta kemandirian peserta didik. Di samping itu, tujuan pendidikan
harus diarahkan kepada hal-hal yang praktis dan memiliki nilai guna yang tinggi
yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja nyata.
2.3.2.
PROSES PENDIDIKAN
Proses
pendidikan terutama proses belajar-mengajar dan materi pelajaran harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, melaksanakan metode
global untuk pelajaran bahasa, mengembangkan kemandirian dan kerjasama siswa
dalam pembelajaran, mengembangkan pembelajaran lintas disiplin ilmu,
demokratisasi dalam pendidikan, serta mengembangkan ilmu dan teknologi.
2.3.3.
KEBUDAYAAN NASIONAL
Pendidikan
harus juga memajukan kebudayaan nasional. Emil Salim dalam Pidarta (2008: 149)
mengatakan bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak budaya daerah dan
menjadi identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya global.
2.3.4.
INOVASI-INOVASI PENDIDIKAN
Inovasi-inovasi
harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia, bukan
sekedar konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan pada akhirnya
membentuk konsep-konsep pendidikan yang bercirikan Indonesia.
BAB III
SIMPULAN
A.
PENGERTIAN HISTORIS PENDIDIKAN
Pendidikan
merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran
agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
B.
LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN
NASIONAL INDONESIA
®
Sejarah Pendidikan
Dunia
Sejarah
pendidikan dunia yang memberikan pengaruh pada pendidikan zaman sekarang
meliputi zaman-zaman: Realisme, Rasionalisme, Naturalisme, Developmentalisme,
Nasionalisme, Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme, serta Sosialisme.
®
Sejarah Pendidikan Indonesia
Pendidikan
di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada
sejak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu dan
Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka (ibid.: 125).
Mudyahardjo (2008) dan Nasution (2008) menguraikan masing-masing zaman tersebut
secara lebih terperinci.
Berikut
ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
o
Zaman Pengaruh Hindu Dan Budha
o
Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
o
Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik
Dan Kristen)
o
Zaman Kolonial Belanda
o
Zaman Kolonial Jepang
o
Zaman Kemerdekaan (Awal)
o
Zaman ‘Orde Lama’
o
Zaman ‘Orde Baru’
o
Zaman ‘Reformasi’
C.
IMPLIKASI SEJARAH TERHADAP KONSEP PENDIDIKAN NASIONAL
INDONESIA
Implikasi konsep-konsep pendidikan
sebagai berikut:
a)
Tujuan Pendidikan
b)
Proses Pendidikan
c)
Kebudayaan Nasional
d)
Inovasi-Inovasi Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
http://blog.unsri.ac.id/enika/landasan-pendidikan/landasan-historis pendidikan/mrdetail/42133/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan
0 comments:
Post a Comment