Cucu Abdul Karim
Meski langit akan
mengelak terhadap perbedaan kami. Tetapi bumi masih mengijinkan dua pasang hati
untuk terus bersama. Ketika awan berduka dengan tangisannya, biarlah keteduhan
hatiini yang akan meneduhkannya. Bila janji terlalu sering membohongi
ikatannya, ijinkan kesetiaan ini berjanji untuk terus bersamanya. Halimah bila
engkau tak yakin dengan sair lembut ku. Maka ijinkan aku untuk membuktikan
bahwa jantungku terlalu banyak mendetakkan namamu. Mungkin rasa bimbag akan
terus tersimpan dalam kalbummu, hingga membuatmu lari dari cengkraman mata ini.
Saat jam istirahat aku
selalu merasa bahadia. Karna akan terus menemanimu, meski hanya 30 menit. Sikap
membuat orang mencari-cari terlahir dalam dirimu. Perpustakaan sangat sepi
tanpa tertengok sosok Halimah. Haya buku-buku berdempetan tersimpu malu. Apa
mungkin engkau menghindariku. Teringat satu sipat membuat orang terkaget dengan
suaramu, membuatku harus menemukanmu. Tertengok dari jendela perpustakaan
sebelah kanan terdapat taman sejuk tempat anak-anak membaca buku sambil
menikmati suasana taman. Halimah duduk menyendiri dikursi panjang dibawah pohon
rindang.
“Halimah” kupanggil
halimah yang duduk membelakangi.
Seketika halimah
tertengok bersama senyumannya“iah. rio?” Terheran.
Tuliskan mahabah terpampang
disampul buku bacanya. Seakan ia mencari sebuah cinta sejati dalam hidupnya.
Buku apapun bacadibaca halimah, tak jadi masalah bagiku. Sekarang yang terpenting
aku berada didekatnya, tepat disampingnya. Merasakan sejuknya keteduhan
membuatku terasa lebih nyaman berdampingan dengannya.
“pernahkah kamu
menjauhi seseorang yang berusaha mengikutimu?” tanya bodohku pada Halimah.
“maksudmu?” nada
pelannya
“tidah aku haya
mengada-ngada” pura-pura tidak bertanya sesuatu pada halimah. Terdiam membisu
seperti patung kehabisan akal.
“Haruskah aku menjauhi
semuanya? Aku tidak akan pernah menjauhi orang yang benar- benar membutuhkanku.
Karna aku bukanlah orang panatik yang terlalu mengingkari kehidupannya. Saat seseorang
dengan niat baik ingin menjalin persaudaraan sesama muslim, kenapa kita harus
menghindarinya!”. Kata-kata halimah yang begitu lembut, memangkas pertayaan
konyolku. Selalu membuatku untuk terus tersenyum dihadapannya.
“haruskah aku menutupi
mata ini agar kata haran tidak menyentuhku ketika melihatmu” ujarku teringat
keterangan mengatakan bahwa memandanh wanita lebih dari satu kedip itu
dilarang. Memang pandangan pertama itu ternasuk nikmat, tetapi setelah berkedip
kedua dan selanjutnya itu yang dilarang. Sedagkan Aku terlalu melanggar aturan,
terus memandangi halimah tanpa henti.
“Jangan siksa dirimu dengan
membisu dalam keindahan. kamu tidak harus menutupi matamu terlalu rapat. Bukalah
matamu selebar mungkin kamu memandang. Selama kamu memandang tanpa diiringi
nafsu, selama itu juga kau berhak memandangku lebih lama” .
Gila banget!.
Kakat-katanya selalu membuatku luluh.
Haruskah aku tayakan berapa lama ia menghapalkan kata mutiara untuk membuatku
terus terpesona. Apakah ia kursus bahasa rayuan? Atau ia selalu nonton
Filem-filem romantis tentang penaklukan cinta?.
“bolehkah aku bertaya
satu hal?”
“tentang apa?”
“pernahkah kamu
merasakan jatuh cinta pada seseorang?” halimah terdiam membisu, seakan
pertanyaanku sagat membebani pikirannya “maaf apa bila pertayaanku membuatmu
bingung!” ucapku dihadapannya.
“apakah aku terlihat
bingung. Itu sudah hakmu mau bertanya apapun! Aku...” sewaktu halimah akan
menjawab pertanyan, Felin datang memasang wajah marah. Ia menariku begitu
kencang hingga aku tertakik kesampingnya.
“sedang apa kalian
disini” nada cemburu Felin. Ditekuk kedua tangan dipinggulnya.
Kenapa wanita gila
muncul seperti jaelangkung. Datang tak diundang, pulagnya aku usir. Mengganggu
saat momen penuh rasa penasaran. Halimah seakan terkejut dengan datangnya Felin
ditengah-tengah tengah kami. Ia haya terdiam menatap Felin. Tidak menyangka
ternyata halimah bisa menghadapi Felin dengan mudah. Sedikit rayuan membuat
Felin tersanjung meski sangat memberatkanku.
“oh... kami sedagan
berbicara mengenai kecantikanmu” jawab halimah. Felin terliah begitu tersanjung
sambil mengarah padaku, seakan tingkah kecentilannya akan bereaksi.
“oya? Terus apa yang dicarakan?”
ia duduk kecentilan disamping Halimah.
“tidak banyak kok. Rio
haya bertaya bagaimana ia membuatmu tersanjung dan membuat kamu tetap menyukainya”
terang Halimah sembari menggapai kedua tangan Felin. Terlukis diwajah Halimah
seakan ia sangat berat mengatakan semua itu. “kebetulan waktu istirahat telah
usai. aku pergi duluan ke kelas” pamit Halimah. Begitu terburu-buru
meninggalkan kami.
“sampai ketemu dikelas”
Felin melambaikan tangan kanannya. Kini ia berdiri dihadapanku “aduh sayang!
kamu sebenarnya tidak usah bertanya pada orang lain untuk membuatku tersanjung.”
Sambil menyandar-nyandarkan tubuhnya dibadanku “sayang kamu mau kemana? Rio
kamu mau kemana?”. Sedikit mundur untuk melepaskan pelukannya.
Apa mungkin kamu tidak
ada sedikitpun rasa padaku Halimah. Kutinggalkan Felin yang terus saja
menyanjung-nyanjung dirinya.
Pelangi telah lenyap
karna gerimis telah berhenti begitu saja. Berulang kali aku berusaha berada
didekat haliamh selalu sajah gagal. Aku ikuti ia keperpustakaan, kekantin, saat
shalat. Hingga kemanapun ia pergi aku mengikutinya. Sayang Ia selalu
menghindar. Berusaha menjauhiku. “Apakah kamu takut membuat Felin kecewa bila
aku berada didekatmu” gumam dalam hati. Hati ini tengah dibuatnya hampa
berhari-hari, bermingu-minggu, hingga dua bulan terakhir aku masih belum bisa
berbicara dengan Halimah seperti waktu itu. Ditambah Felin selalu menjadi
penghalang untuk membuatku dekat dengannya.
Pada tanggal 01 Oktober
banyak sekali kejutan dibuat teman temanku. Sekenarario yang dimuat Drim dan
Wil membuatku merasa terharu akan arti sebuah persahabatan. Selain itu Omah
bersama keluarga besarku membuat perayanan mensyukuri usiaku yang semakin
bertambah. Satu hal menjadi penyesalan. Wanita dambakan tidak ikut berbahagia
disaat aku sangat membutuhkannya. Haya wanita centil alias Felin yang selalu
mengganggu semua Aktivitasku.
Hari ini hari senin
tanggal 03 Oktober. Hari ketiga dimana usiaku telah menginjak 18 tahun. Tubuhku
terasa lelah terus membuntuti Halimah. Sedangkan ia selalu menghindar. Aku
hanya dapat memandanginya saat pelajaran berlangsung. Bel waktu istirahat tida
membuatku senang lagi. Kali ini tidak ku ikuti halimah kemana ia pergi. Berdiam
diri didalam kelas bersama kedu asahabat terbaiku.
“kenapa kamu yo?
Hari-hari ini kamu terlihat lesu” taya Drim memandangku dalam kondisi Galau
gituh. Menyandarkan tubuh dibagku.
“ada apa Kawan? Apa
pujaan hatimu terlalu lincah untuk ditangkap!”
sindir canda Wil merangkul pundakku.
“apaan sih kalan” sedikit
mendorong tubuh wil. Selera humorku seakan terkuras habis. Gairah candaku
tandus begitu saja. Lagu-lagu merdu terdengar bising ditelinga ini. Jenuh,
bosan, malas, dan galau yang sedag melanda jiwa.
Felin datang
menghampiriku dengan sifat manja dan centilnya.
“sayang ayo kita kekantin,
aku lapar” menarik-narik tanganku. Selama ini Aku terlalu sabar menghadapi felin. Aku sudah
muak melihatnya bertingkah seperti ini. Kuayunkan tangan yang ditarik Felin
dengan seketika berusaha melepaskan pegangannya. Wil dan Drim hanya terdiam bersama
tatapan heran, karna baru kali ini aku memperlakukan Felin seperti itu.
“sayang kamu kok gitu?
Kamu tidak biasaya seperti ini” mengelus-ngeluskan jari jemarinya didadaku.
“Felin, kali ini aku
mohon satu hari saja kamu tidak menggagguku” ucap marahku dengan nada aga naik
sedikit.
“sayang apa maksudmu,
kamu terasa tergangu olehku! Apa karena cewek so suci itu kamu jadi seperti
ini? Baiklah sayang aku akan buat perhitungan dengan dia!” raut marah terpasang
diwajahnya. Ia seakan siap mencabik-cabik siapa saja yang menghalanginya. Kutarik tangan Felin yang beranjak pergi menyusul
Halimah.
“Hentikan ulah konyolmu
Felin. berhentilah berperilaku bodoh yang terus menerus memaksaku untuk menjadi
pacarmu. Kau tahu Felin, semua tingkahmu membuatku terlihat seperti orang
bodoh. Aku tahu sebenarnya kamu sadar kalau aku tidak pernah sedikitpun
mencintaimu. Tetapi sikap tidak tahu apa-apa selalu kamu tunjukan dihadapanku.
Apakah dengan sikap seperti itu aku akan luluh? Tidak Felin tidak. Kamu telah
gagal merayuku. Dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah mencintaimu. Karan
aku haya mencintai seseorang dan akan selalu mencintainya!” Kulepaskan kembali
pegangan tanganku.
Aku utarakan semua
benak ini agar dihujung pilu Felin tidak kecwa. Meski sekarang ia terlihat
terpukul. Tetapi apabila aku tidak melakukan ini entah kapan aku harus
mengakhirinya.
Felin terdiam, ia mulai
membalikan badannya. Felin menangis meneteskan kekecewaan terhadap sikapku.
Tidak satu kata terucap dari mulutnya. Ia berlari meninggalkan ruangan kelas.
Tepatnya meninggalkanku. Memang ada sedikit rasa sesal dalam hatini. Karna
bukanlah sifatku membuat seorang waita menangis.
“kamu sudah benar
kawan” ucap semagat Drim sambil mengelus punggungku.
“thank” ucapku
Sahabat-sahabatku selalu
ada dalam suka maupun duka. Sahabat bukanlah satu perjanjian yang hanya
mengikat satu kekuatan dan haya bertahan selama kesepakatan itu masih
disetujui. Dikala duka sahabat Ibarat sebuah tongsampah yang menerima semua
jenis barang apapun. Mereka akan selalu merangkul kita meski kita penuh dengan
kekurangan. Dikala bahagi sahabat seperti nada petikan senar gitar yang akan
terus melantunkan lagu-lagu bahagia untuk kawannya. Jika satu senar telah patah
dalam seketika nyanyian merdua akan sunyi. Senar tidak akan berbunyi sebelum
sang pengiring sempurna kembali. tetapi satu pesan yang tak seharusnya kita
ambil dari senargitar. Bahwa sahabat tidak akan menggantikan senarnya yang
patah dengan senar merdu lain. Tetapi yang harus kita ambil hikmahnya dari
senar gitar adalah saat suara gitar dipetik begitu lembut serentak nadaya akan
begitu merdu. Itulah sahabat mereka akan bernyanyi bersama dan ternenti
bersama. Suska duka mereka rasakan dalam sebuah ikatan persahabatan.
0 comments:
Post a Comment