6. Meski Langit Mengelak

6.      Meski Langit Mengelak  
Cucu Abdul Karim
Terlalu rumit menolak hal tidak kita sukai. Apalagi saat ia bersikeras ingin terus bersama kita. Nyatanya kita kesal terus dibuntutinya. Felin disibukan dengan permintaan para pens cowok untuk mengisi kertas dengan tanda tangannya. Begitu juga dengan ku, Terus dikerumuni cewek-cwewk centil untuk meminta berpoto bareng denganku. Beginilah nasib seorang artis gadungan, meski kesal tetaplah  harus tersenyum mais dihadapan cewek-cewek centil.
Saat Felin terlihat lengah. Diam-diam aku pergi meninggalkannya. Berlari secepat mungkin menjauh dari cewek setres yang mengaku-ngaku jadi pacarku. Coba apa jadinya kalau aku punya istri kaya Felin. Yang ada Aku jadi jongosnya. Amit-amit jabang bayi. 
“huh.... huh....huh....” menarik napas dan mengeluarkannya kembali. bersandar di tiang penyanggah dekat tempat duduk, menghadap taman sekolah.
“hey yo, ternyata lo di sini” Drim datang mengagetkanku
“ah, kamu Drim. Kirain Felin. haduh cape banget. Cari minum yu”
“kemana?” taya Drim
“masa ke toilet. Ya kekantin lah”
Minuman dingin bersama cemilan manis merupakan santapan pertama. Berbagai bentuk karakter manusia dapat terlihat saat berada dikantin. Banyak orang sibuk dengan keperibadiannya sendiri. Saling mengejek satu sama lain, tetapi itu semua hanya canda gurau mereka saja. Ada juga yang terbengong melihat makannanya, mungkin sedang galau gitu. Tetapi ada satu hal yang tidak aku sukai saat berada dikantin sekarang ini. Ketika seseorang merasa keren nan jagoan diwilayahnya.
Glen anak kelas 12 D yang disebut jagoan katanya. Ia juga seringkali berbentrokan dengan ku. selama 12 tahu aku dan Glen tidak senada dalam hal apapun. Deri mulai Sekolah Dasar 6 Tahun satu sekolah, tidak pernah akur. Sekolah Menegah Pertam 3 tahun saatu sekolah, terus saja bersetruan. Disesbabkan cewek yang ia sukai malah mengejarku. Tavi tidak pernah ku tanggapi. Sekarang Di SMA N Tuna Bangsa 3 tahun terus saja slek, Disebabkan cewek yang ia sukai yaitu Felin tidak pernah menanggapinya. Felin malah terus mengejerku. Begitu juga dengan Aku, tidak pernah merespon sikap Felin yang berusaha menjadikanku pacarnya.
Paling mennyebalkan sikap Glen yaitu membuat masalah yang dibuatnya semdiri terhadap anak anak cupu. Tujuannya hanya untuk malak-malakin mereka. Seperti kejadian saat ini. Tersandungnya kaki Seorang anak lelaki berkecamata bulat dengan tidak sengaja menumpahkan minuman berwarna oren mengenai Baju Glen. Itu seperti sebuah kecelakaan. Tetapi semuanya adalah sekenatio Glen. Ia menyuruh temannya menjulurkan kaki saat anak cupu itu lengah. Akhirnya begitu lah Glem mahar karna bajunya basah. Disandarkannya anak cupu pada tembok dengan mengancammya. Terekam olehku anak cupu itu hanya terdiam ketakutan. Glen memukulnya hingga ia terjatuh.
Satu kejadian sepertinya harus kulakukan untuk membuat Glen menyesal merasa menjadi jagoan sekolah. Glen tida merasa puas dengan satu pukulan menempel dipipi anak cupu. Saat ia berusaha menarik kembali kerah baju anak cupu terbaring ketakutan. Aku berusaha menghalanginya. Kutepuk tangan Glen dengan kulemparkan perlahan.
“Haruskah kamu membuat sekenario konyol untuk membodohi anak ini. Seolah ia bersalah dengan apa yang terjadi” ujarku dihadapan Glen dan kawan-kawannya. Semua anak tengah berada di kantin berketimun. Seolah membuat lingkaran tanpa sengaja. Membantu anak cupu ini bangun dengan kedua tanganku. Aku usap kedua bahunya yang sedikit kotor, sambil merapihkan kembali bajunya terlihat berantakan. Aku pasang kembali kecamata tololnya karna terjatuh saat dipukul Glen. 
“pergilah” ujarku pada anak cupu ini. Seketika ia berlari menjauhi kami. Aku tahu Glen tidak akan tinggal diam atas apa yang aku lakukan pada mereka.
“yo jangan cari masalah dengan mereka” ucap Drim yang menghampri dengan posisiku yang membelakangi Glen. Drim merasa takut melihat teman-teman Glen yang berkerimun. Kusuruh ia menjauhiku. 
“Rio sianak haram terpaoporit disekolah ini” teriak lantangnnya “Heh Rio jangan ngurusi urusan orang lain sebelum lo urusi ibumu yang gila itu. hahaha” ejek glen sambil menikmati tawanya
“glen, glen. Daging haram asalku tida sebusuk pikiranmu. ibuku yang gila tidak pernah merisaukan orang lain. Tetavi perilakuku yang gila membuat banyak orang merasa risau saat berada bersamamu” belaku sambil menasehatinya
“tadinya lo so jadi jaoan ya! sekarang Lo malah nantangin kita-kita. Lo tidak lihat teman-temanku siap mengeroyokmu” ucap somong Glen mendorong-dorong tubuhku
“heh” senyum sindir dari mulutku “entah aku atau kamu yang merasa jadi jagoan. entah siapa yang menantang untuk berkelahi. Inti pertanyanan mu sebenarnya, sikap kalian yang merasa jadi jagoan seolah menantangku untuk membuat kalian berhenti berperilaku konyol seperti ini” terangku sambil mengusap pundak depan bekas dorongan tangan Glen.
Glen bukan lah sejenis orang mudah luluh dengan kata-kata. Malah ia akan semakim panas saat orang lain menasehatinya. Satu pululan keras melesat dipipi kiriku. Seperti seorang lelaki sejati. Mereka memukul dengan tangan kosong, begitu juga denganku. Aku lancarkan satu pukulan tepat dimuka Glen. Tidak pernah menyangka pukulanku akan membuat orang sombong ini tercengang kebelakag hingga membuat hidungnya berdarah. Tatapan kaget dengan mulut terbuka membentuk hurup O dati Tenan-teman Glen terarah padaku. seketika itu mereka berusaha membangunkan Glen. 5 menit ia tidak sadarkan diri. Masih belum menyerah juga, setelah sadar Glen terperangak bagun akan memukulku kembali. sangat disayagkan, pertarungan jantan terhenti begitu saja. Felin datang ditengah-tengah kami.
“apa-apa ini Glen. Kalian terlihat seperti anak kecil. Sudah bubar semuanya” teriak Felim dalam kerumunan.
Glen menujuku dengan satu telunjuk kanannya, seolah mengatakan “awas lo nanti. Tunggu pembalasanku” sambil beranjak pergi. Ilusi ini terlalu mudah datang bahkan saat aku dalam bahaya.
“Rio kamu tidak apa-apa?” tanya Felin sambil memegang Pipi memarku. Namun tak kutanggapi pertayaan Felin. Meski memang pukulan Glen sangat keras membuat pipi terasa sakit. Layaknya seperti seorang pemberani, aku berusaha menyembunyikan rasa sakit ini. Memutar balik tubuhku. Ibu jari tangan kiri mengusap bibir sedikit berdarah. Saat itu juga mata polos ini terus dibuatnya terpesona. Halimah tepat dihadapanku. Tiga buku paket salahsatunya bertuliskan  Bahasa Indonesia dipegannya begitu erat. Mungkinkah ia menyaksikan keributanku tadi. Sirna lah semua harapanku untuk mendapatkannya. setelah Halimah saksikan semua ini, pastilah ia berusaha menjauhiku.  
“Halimah” ujar penyesalanku
Aku kira Halimah akan pergi dengan raut wajah penuh dengan kebencian. Anehnya ia tetap tersenyum mempesona sambil beranjak pergi meninggalkanku.  
Waktu istirahat telah berakhir. Aku tidak mengikti jam pelajaran selanjutnya. Rumor tentang perkelahian sangat cepat di ketahuli oleh para guru. Apalagi kalau ada hubungannya dengan nama Rio. Pastilah yang turun langsung menasehatiku adalah Kepala sekolah. Ruang sidang terhadap kekacauan terlihat sunyi. Duduk mengahdap meja kepala sekolah. Kursi putar hitam diduduki Pak Ramlan Kepala Sekolah Tuna Bangsa dengan posisi membelakangi,  kini terarah kepadaku.
“membuat guru jengkel saat mengajar, hingga mereka semua sudah kehabisa akal untk membuatmu jera. Sekarang kasusnya aga berbeda! ternyata anak almarhum Bapak Rendi Sebastian bisa berkelahi juga(sedikit terheran). Dimana kamu belajar berkelahi?” matanya melotot seakan mau keluar. Pertayaan pak Ramlan penuh penasaran.
“aku tidak pernah belajar silat dimanapun!” jawab ku dengan singkat
“no no no” jari telujuk Pak Ramlan digerakkan kearah kiri dan kanan “bukan itu jawaban yang bapak inginkan. tapi tak apalah, yang penting sekarang bapa sudah tahu kejadian yang barusaja terjadi. Baiklah Rio jangan sampai kejadian ini terulang kembali”
“tergantung” kepala tertunduk.
“apa maksudmu tergantung? Oh bapak tahu kamu akan terus berkelahi bila ada orang yang menantangmu berkelahi. Begitu?”
“iah pak!”
“baiklah, mungkin bapa harus menelepon Omahmu supaya datang kesekolah harini juga” ancam lembut pak Ramlan sambil mengangkat telepon.
“jangan pak, jangan beritahu omah tentang kejadian ini. Bisa-bisa oma mencekikku”
“apa jaminannya kakau Bapak tidak memberitahu Omah mu” taya pak Ramlan sambil menatapku. disimpannya kembali telepon itu.
“aku tidak akan mengulanginya, janji” akhirnya aku juga yang mengalah
“bagus, Bapak pegang janjimu. sekarang kamu boleh masuk kelas!” suruh Pak Ramlan  sambil mempersilahkanku keluar dengan diayunkan tangan kanannya.
Sesampainya didekat kelas aku tidak langsung masuk. Karna dalam beberapa menit lagi pelajaran akan berakhir. Bersandar pada tembok penghalang bagunan antara kelas dan terlas. Mengelus-ngelus pipi memar bekas pukulan Glen. “lumayan juga pukulannya” ucapku dalam hati. Arah jarumjan menujukan pukul 11.45 Wib. Sorak senag terlihat dari senyuman merka. Ketika satu nada menjadi tanda telah berakhirnya pembelajaran hari ini. Menutup wajah dengan kedua tangn ketika guru yang mengajah keluar dari kelas. Mungkin terlalu lama aku menghalangi wajah ini. Sehingga aku tidak sempat melihat Halimah pergi meninggalkan ruangan kelas.
“Drim tolong ambilkan tasku” teriaku dari luar sambil melihat dari jendela
Felin berlalri menghampiriku sambil memeluku dan memegang pipi memar ku. Nadanya terlihat hawatir melihat kondisi ku sekarang.
“sayang ayo kita obati lukamu dulu! nanti aku antar kamu pulang ya” ajak Felin
“Felin aku tidak apa-apa, kamu lihatkan kalau aku baik-baik saja. Kamu tidak usah mengantarku pulang. Mang Ujang akan menjemputku, lebih baik kamu sekarang pulang duluan. Bersih-bersih biar kamu lebih cantik ok!” biasanya Felin akan menuruti apa yang aku suru apa bila ia benar-benar dipuji habis habisan.
“kamu bisa aja sayag, tavi janji kamu nanti langsung pulang ya. Nanti sore aku maen kerumah mu”. setelah mengutarakan janji akan bertemu dirumahku nanti sore, akhirnya cewek setres pergi juga.
 “yo kamu berani baget sumpah. Tadi tuh pukulanmu sangat kencang” gurau Drim padaku. Menyandarkan tangannya sambil berjalan.
 “bisa aja kamu Drim. Kamu lihat Halimah tadi saat usai pelajaran?” tanyaku pada Drim.
Enth mau pergi kemana Halimah. Ia begitu terburu-buru meninggalkan kelas. Ada apa sebenarnya. Satu kerisauan seakan terlukis diwajahnya. Membuatku penuh kehawatiran.

0 comments:

Post a Comment

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net