SEPUCUK SURAT TUK KAK ZAR (8)

            Tok...tok...tok... bunyi ketuk pintu mengagetkanku. Ku intip dari balik pentilasi yang ada di atas pintu kamarku. Rupanya Kak Fazar yang mengetuknya. Dia telah siap untuk berangkat. Namun aku tak dapat menemuinya, aku tak ingin dia melihatku menangis karena kepergiannya. Aku hanya memberikannya sepucuk surat yang kuselipkan di bawah pintu dengan amplop berwarna merah jambu.
Aku tahu dia kecewa. Tapi, kuharap dia mengerti keadaanku. Aku tak mau sakit hati karena kepergiannya. Cukup sakit ini hanya ku alami sekali saja, yaitu saat tahu kenyataan tentang ayahku.
“Dek, asal kamu tahu. Kau lebih dari seorang adik bagiku.” Ujarnya pelan dari balik pintu.
Mendengar ucapannya, ku menangis. dan tak mampu berkata-kata.
“Aku tahu kau mendengarnya, Dek. Aku tak bisa lama-lama. Aku berangkat sekarang, Dek. Surat ini kan kubaca nanti ketika sudah sampai di perantauan.
Disamping itu, ku dengar ibu berbicara padanya dan bertanya tentang aku.
“Kenapa adik mu tak mengantarmu?”
“Dia sedang tak enak badan, bu. Sebaiknya ibu lebih memperhatikannya.”
Kak Fazar membelaku, dia tak ingin ibu membenciku.
“Maafkan aku, kak. Tak seharusnya aku memperlakukanmu seperti ini. Sungguh ku tak tahu diuntung. Keluargamu telah menyelamatkan aku dan ibuku. Seharusnya aku berbalas budi.” Ucapku dalam hati sambil menangis melihat kepergiannya dari jendela.
“Ku harap kau membaca surat itu, kak.” Harapku.
▪▪▪
Satu minggu telah berlalu. Gedong ini terasa hampa. Seperti ada yang hilang. Gak ada omelan kak Zar saat aku menyergap meja makan usai sekolah. Gak ada yang menemaniku saat mengerjakan PR. Kumerasa sepi.
Lamunan ini telah membiusku. Selalu berpikiran tentangnya dan kuteringat sepucuk surat itu.

Teruntuk Kak Zar

Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh...
Doaku selalu menyertaimu...
Ketika membaca surat ini, pasti kak Zar telah berada di perantauan sana...
Maafkan aku, kurangnya keberanian tuk bicara langsung membuat kakak bingung. Jangan terlalu dipikirkan, kak...
Semoga sepucuk surat ini takkan membuatmu marah. Adikmu yang manja ini telah lancang mengharapkan rindu. Sungguh tak ada maksud apa-apa. Tapi, kebersamaan kita beberapa waktu lalu, telah membuka lembaran kosong dan kau isi dengan senyuman di sepanjang senja.
Entah mengapa pulpen ini menorehkan tinta di atas kertas merah jambu. Padahal kutahu, saat itu kau begitu dekat. Bisa kusampaikan sendiri. Tapi, harap maklum saja. Aku tak memiliki keberanian untuk itu.
Ingat gak, pertanyaanku tentang ayah ketika di pekarangan rumah? Lalu kakak menanyakan alasan mengapa bertanya itu?
Saat itu aku tak bisa menjawab. Aku sendiri bingung. Tapi, sekarang kucoba jelaskan padamu. Namun kuharap kau tak berubah. Tetap menjadi kakak yang selalu menyayangiku.
Kak, saat ini aku juga belum yakin. Aku memiliki masalah yang amat berat dan tak mampu kupikul sendiri. Selama ini aku tak tahu siapa ayahku. Bahkan namanya pun aku tak tahu.
Hingga saatnya aku menemukan sebuah foto ibuku sewaktu muda yang bertuliskan nama pria yang kakak sebutkan sewaktu menemaniku mengerjakan PR. Fikri Amirullah. Saat itu aku yakin dia Ayahku.
Aku tahu, kakak pasti terkejut dan tak percaya. Sama, kak. Aku mohon jangan tanyakan alasan yang kuat mengapa aku yakin itu ayah.
Sakit memang ketika mengetahui kenyataan ini. Harapanku seakan musnah. Tak ada punggung tuk bersandar. Kini kuyakin, kita hanya akan menjadi keluarga. Tak lebih dari itu.
Cukup disini saja surat ini. semoga kakak tetap menyayangiku. Apapun yang kukatakan dalam surat, jangan pernah kau sampaikan pada ibu. sesungguhnya ini akan melukai hatinya.
Aku selalu mengharap rindumu.

Bunyi panggilan dari handphone membuyarkan lamunanku. Kak Zar menelepon.
Aku                  : Hallo....
Kak Zar           : (Diam sejenak) Hallo.. Dek, aku sudah membacanya.
Aku                  : Oh.. kalau begitu kakak gakkan bilang sama ibu kan?
Kak Zar           : Iya.. Kakak janji. Mmmppp.. mungkin kita lebih baik seperti ini.
menyatu dalam ikatan keluarga. (Kak Zar memutuskan sambungan)
Nada bicara Kak Zar terdengar menyimpan kekecewaan. Tapi, dia tak pernah menunjukkannya. Aku juga kecewa. Hanya saja, aku tahu diri. Dia kakak kandungku. Jadi, perasaanku tak mungkin terbalaskan.

0 comments:

Post a Comment

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net