3. Sang Kawan

3. Sang Kawan
Cucu Abdul Karim
Udara pagi terus menjalar sepanjang perjalanan, pesan terhitung 3 kali bunyi dari telepon genggam dengan posisi terbaring didepan, menjadi nyanyian rutin yang selalu kudengar saat berangkat sekolah. Menghentikan simerah dengan perlahan di pinggir jalan, tepatnya depan gerbag rumah. Entah bunga apa yang berbaris di depan pagar rumah, pokonya sangat mengagumkan saat memandanginya.
“pagi Ren, ayo berangkat”
Terhenti dua kali di pinggir jalan menjemput kawan-kawan terbaik yang sagat gokil-gokil abies.
“siap, berangkat” menginjak gas dengan begitu kencang. Teriakan mereka menjadikan suasana bertambah ramai membisingi telinga. Tawa yang menegangkan saat melaju kendaraan begitu kencang membuat bibir ini tak henti menyeru perbincangan tentang aktivitas pagi ini.
            Tidak terasa kini daging ini berada diujung usia 17 tahun. dau bulan lagi menginjak usia 18 tahun, tepatnya tanggal 01 Oktober. Bergaul bersama dua sahabat yang begitu kocak, meski terkadag menyebaklan tavi sumpeh gokil abies. Kenalkan sahabat terbaik ku yang pertama namaya Wilda, nama kepanjaganya Wilda Aulia tavi suka di panggil Wil. Dia suka aga sensi kalo di panggi nama aslinya. katanya sih sebel baget kalo orang memanggil nama aslinya, apalagi disebutin bersama nama kepanjaganya. kaya maggil cewak gitu. Kalo orang pertamakali denger namanya, pasti aggapannya Wilda Aulia adalah perempuan. Tetavi setelah mereka lihat jirimnya atau paktanya, orang-orang tidak percaya masa naman dan aslinya berbeda. alias namanya lebay tavi orangnya beringasan. Sangat disayangkan dibalik wajahnya yang selengean dan beringas tetapalah namanya seorang bocah pastilah takut sama orang tua. Seringkali wil di jewer oleh ibunya gara-gara takpernah nurut apa yang di bilangin mamahnya. Meskipun begitu wil tetap anak kesayangan alias anak mamih juga.
My best friend yaag satu lagi namanya Drim. Kebiasaan buruknya begitu menyebalkan yaitu takpernah berhenti memakan peremen karet. Dia orang terjail yang pernah Aku kenal. Nyampe cewe-cewe cantik yang menjadi bayak pujian mata keranjang ketika meliriknya, tetap saja dia jailin. lebih konyolnya guru terkiler yang bawaannya serius dan suka marah-marah di jailin juga. dengan menyimpan bekas kunyahan peremen karet di kursinya saat guru mengajar di kelas. Ujung-ujungnya dihukum bersihin toilet deh. Gila banget bukan ?. Entah bagai mana kami akan meniti kekaguman dimasa depan. karna kata orang kesuksesan akan digapai apa bila kita bisa bersugguh-sungguh belajar hingga menjadi orang pintar . Tetavi semua itu tidak ku hiraukan. Meskipun kami tidak menjadi orang yang pintar biarlah kami menjadi orang beruntung bersama kegokilan dua sahabat setiakawanku. Ada rumor yang bunying di telinga ini. Bahwa orang pintar kalah dengan orang beruntung! Benarkah itu semua?.  
Suasana pagi ini berpariasi, dikarnakan mata pelajarannyapun berbeda beda. Jam pelajaran pertama kedua belajar Bahasa Indonesia dengan dipacu oleh ibu guru cantik yang terus memberi senyuman, meski pun kami terlihat nakal.
“slamat pagi”
“pagi bu”
“silahkan disimpan di depan meja ibu tugas minggu kearin” suruh bu Risna
Tugas apa yang sebenarnya dibicarakan, intinya kami bertiga terlihat konyol melihat yang lainya mengumpulkan tugas. Menjadi langgana kami untuk membuat sebuah alasan palsu sebagai tameng agar tidak dapat hukuman tetapi senyuman manis. Namun kali ini tidak seperti biasanya.
“Rio, Drim, Wil mana tugas kaliah” berteriak kencang dari depan kelas dengan muka tertunduk misterius. Hendaklah semua membisu. perlahan ibu Risna mulai berdiri. Langkah kaki terasa membisingi ruangkan kelas. Rasa tegang mulai muncul. Entah apa yang akan selanjutnya terjadi. Tetapi sekarag ibu Risna melaju mendekati kami yang terpelongok melihat aksi begitu menegangkan. Semakin dekat, dekat dan dekat. hingga kini berada dihadapan kami. Mata terpejamnya mulai teruka, wajah tertunduknya seketika menengadah. Kini didepan kami terlihat jelas raut wajahnya yang kini menyimpan kemarahan. Bibir seksinya berubah menjadi seperti mulut harimau menggeramkan suara identiknya. Kami kira ibu benar-benak akan marah. Akhirnya ibu Risna mulai dengan lemah gemulai mengeluarkan sair indah bersama senyuman kebaikan.
“Rio, Drim, Wil bolehkah ibu tahu kesibukan kalian selama satu peka lalu ?”
“eh, eh eh” Drim berpikir keras dengan mata yang melirik kepojok atas
“banyak pokonya bu, kami bertiga super sibuk. Karna bayaknya kesibukan hingga kami gak bisa menceritakan satu persatu bu” jawab Wil dengan lantag  
“Oooya? Apa benar kalian sesibuk itu ?”
“benar bu kami supersibuk. Iah kan yo” yakinkan wil pada bu Risna dengan melempar keyakinan padaku
“Rio apa benar yang Drim dan Wil katankan ?” tatapan burina berpndahalih padaku
“kami tidak sibuk bu, kami haya main-main” dengan longgarnya aku keluarkan kata kepolosan ini.
“bagus, kalian murid teladon. Rio, Drim, Wil sudah berapa bayak tugas yang ibu berikan tidak kalian kerjakan?” kedua jari jemari tangan ditekuk dipinggulnya
“duakali bu” jawab Drim mengangkat wajah dan menundukannya kembali.
“berapa kali ?” sindir bu Risna yang terus memandang bersama tatapan halusnya
“Tigakali, eh empat kali, perasaan lima kali bu” ujar wil sambil menutup nutup mulut dengan tangn nya sendiri.
“Oooya?” dahi ibu Risna mulai mengerut
“kami tak pernah mengerjakan tugas yang diberikan ibu” tegasku
“gimana sih yo kamu ko jujur amat” ujar Drim dan Rio sambil menatapku
“baiklah ibu sudah dapat jawabannya. Sekarang kalian bertiga berdiri didepan, jewer tlinga kalian masing masing. Jangan lupa angkat kaki kiri kalian. cepat” nada suara mendadak tinggi.
Terlihat aneh ketika kami menikmati hukuman, dikarnakan tidak pernah mengerjakan tugas yang diberikan guru pada kami. Tetap tersenyum ketika berdiri didepan kelas dengan mengangkat kaki kiri dan menjewer telinga masing-masing. Entah apa yang ada dalam pikiran kedua sahabatku, termasuk otak kacau ini. Tidak pernah menghiraukan malu, sanggahan bahkan kemarahan dari orang lain. Rasanya daging ini tetap menikmati lajunya sebuah kesidupan. Mungkinkah drim dan Wil berpikir sama dengan apa yang Aku pikirkan.? Atau malahan mereka lebih konyol dari sifat bodohku ini. Tetapi yang terpenting kami tetap bersama. Meski kami bandel dan gokil, asalkan kami tak merugikan siapapun. Tiga puluh menit perajaran telah berlangsung. Rasaya kaki ini sudah mulai lemas. Bergoyang kesana kemari. Sekaranglah saatnya kasih sayang seorang guru akan tersampaikan. Saat ia merasa kasihan melihat murid terus menjadi bahan perhatiannya, tidak bisa menikmati haknya dalam mendapatkan asumsi terbaik yang di bicaraka.
“bawa buku kalian dan duduk paling depan. Perhatikan apa yang ibu bicarakan” suruh bu risna.
Segera mungkin kami beranjak kembali duduk. Waktu terasa begitu singkat saat kami mulai serius memperhatikan apa yang telah di sampaikan. Mungkinkah ini di manakan dengan menikmati belajar ?. pelajaran pertama telah usai. Seketika setelah ibu Risna beranjak pergi, Drim berjalan menuju kursi guru. Saatnya ia menyimpan bekas kunyahan premen karet yang telah ia genggam dari tadi. Usai menyimpan kunyahan premenkaret ia langsung duduk kembali. kali ini aku terkaget dengan datangnya pak joko kedalam ruanga kelas.
“slamat pagi menjelang siang” geram pak joko
Berulang kali Wil menghela napas pangjang. Suara tegukan napas yang di telan Drim terdengas ditelinga kiri. Ku tengok mereka disamping kiri kana. Tatapan tajam mereka tertuju pada pak joko yang telah duduk manis dia hadapan kami.  
“huh” suara hembusan napas dari mulutku terasa begitu melepaskan semua tenaga yang ada di dalam tubuh ini. Hingga kepala ini tertunduk lesu. Aku baru ingat kalau jam pelajaran sekarang giliran guru terkiler yang ada di sekolah kami. pak joko merupakan guru tergalak, bawaannya marah-marah, tidak pernah mendengar apapun alasan kami untuk membela diri. Karana dia terlalu tahu sifat bandel kami. Seringkali kami bertiga mendapat hukumah membersihkan toilet, menghormati bendera di tengah lapang. Salah satunya sama seperti tadi tidak mengerjakan tugas yang diberikan pak joko. Kali ini tamatlah riwayat kami.
Sepidol hitam telah di genggamnya. dia mulai berdiri, berjalan menghadap papan tulis. Premen kariet terlihat memanjang dari kursi menyambung dengan pantat pak jok yang membelakangi kami. Panjagnya dapat terukur, kita-kira satu setengah meter. Saatnya keluar dari ruangan kelas secara perlahan. Langkah kaki secara perlahan dengan penuh perhitungan mulai ditata sebaik mungkin. Mengendap seperti kucing mengincar tikus. Pintu penyelamat tepat berada didepan mata. Tiba-tiba pak joko terdiam misteriue. Satu geraman seram terdengat dibelakang kami. Kepalanya melirik perlahan kearah kanan. Hitungan mundur 10 detik searah jarum jam telah di mulai. Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh, enam, Lima, empat, tiga, dua, satu.
“Rio, drim, wil mau kemana kaian”  tanya pak joko dengan nada geraman yang seram
Srentak kami bertiga memutar berbalik badan. Sangat kompang. menggaruk garuk kepala meski tidak terasa ada yang gatal.
“kami mau ketoilet pak” nada tempo perkataan sangan renggang.
“ini ulah siapa ?”
Kali ini benar-benar di hukum habis-habisan. Udah lari mengelilingi lapangan sepak bola berkali-kali, ditambah membersihkan toilet. Haduh sangat melelahkan. Rasa sesal tak akan pernah timbul dalam angan kami.  Tidak pernah ada sikap saling menyalahkan atau saling memojokan kesalahan. kami tetap mengaku semua itu atas dasar pikiran bertiga. Bayak orang menyeloteh atas siakap persahabatan kami. Mereka bilang “sagat kagum atas rasa solideritas yang tumbuh dalam persahabatan. Tetapi sagat disanyangkan semua itu terjalin dalam sebuah kekonyolan”. Tidak penting mengaggap ceotehan orang tidak penting.

0 comments:

Post a Comment

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net