Cucu Abdul Karim
Udara pagi terus
menjalar sepanjang perjalanan, pesan terhitung 3 kali bunyi dari telepon
genggam dengan posisi terbaring didepan, menjadi nyanyian rutin yang selalu
kudengar saat berangkat sekolah. Menghentikan simerah dengan perlahan di
pinggir jalan, tepatnya depan gerbag rumah. Entah bunga apa yang berbaris di
depan pagar rumah, pokonya sangat mengagumkan saat memandanginya.
“pagi
Ren, ayo berangkat”
Terhenti dua kali di
pinggir jalan menjemput kawan-kawan terbaik yang sagat gokil-gokil abies.
“siap,
berangkat” menginjak gas dengan begitu kencang. Teriakan mereka menjadikan suasana
bertambah ramai membisingi telinga. Tawa yang menegangkan saat melaju kendaraan
begitu kencang membuat bibir ini tak henti menyeru perbincangan tentang
aktivitas pagi ini.
Tidak
terasa kini daging ini berada diujung usia 17 tahun. dau bulan lagi menginjak
usia 18 tahun, tepatnya tanggal 01 Oktober. Bergaul bersama dua sahabat yang
begitu kocak, meski terkadag menyebaklan tavi sumpeh gokil abies. Kenalkan
sahabat terbaik ku yang pertama namaya Wilda, nama kepanjaganya Wilda Aulia
tavi suka di panggil Wil. Dia suka aga sensi kalo di panggi nama aslinya.
katanya sih sebel baget kalo orang memanggil nama aslinya, apalagi disebutin
bersama nama kepanjaganya. kaya maggil cewak gitu. Kalo orang pertamakali
denger namanya, pasti aggapannya Wilda Aulia adalah perempuan. Tetavi setelah
mereka lihat jirimnya atau paktanya, orang-orang tidak percaya masa naman dan
aslinya berbeda. alias namanya lebay tavi orangnya beringasan. Sangat
disayangkan dibalik wajahnya yang selengean dan beringas tetapalah namanya seorang
bocah pastilah takut sama orang tua. Seringkali wil di jewer oleh ibunya
gara-gara takpernah nurut apa yang di bilangin mamahnya. Meskipun begitu wil
tetap anak kesayangan alias anak mamih juga.
My best friend yaag
satu lagi namanya Drim. Kebiasaan buruknya begitu menyebalkan yaitu takpernah
berhenti memakan peremen karet. Dia orang terjail yang pernah Aku kenal. Nyampe
cewe-cewe cantik yang menjadi bayak pujian mata keranjang ketika meliriknya,
tetap saja dia jailin. lebih konyolnya guru terkiler yang bawaannya serius dan
suka marah-marah di jailin juga. dengan menyimpan bekas kunyahan peremen karet
di kursinya saat guru mengajar di kelas. Ujung-ujungnya dihukum bersihin toilet
deh. Gila banget bukan ?. Entah bagai mana kami akan meniti kekaguman dimasa
depan. karna kata orang kesuksesan akan digapai apa bila kita bisa bersugguh-sungguh
belajar hingga menjadi orang pintar . Tetavi semua itu tidak ku hiraukan.
Meskipun kami tidak menjadi orang yang pintar biarlah kami menjadi orang
beruntung bersama kegokilan dua sahabat setiakawanku. Ada rumor yang bunying di
telinga ini. Bahwa orang pintar kalah dengan orang beruntung! Benarkah itu
semua?.
Suasana pagi ini
berpariasi, dikarnakan mata pelajarannyapun berbeda beda. Jam pelajaran pertama
kedua belajar Bahasa Indonesia dengan dipacu oleh ibu guru cantik yang terus
memberi senyuman, meski pun kami terlihat nakal.
“slamat pagi”
“pagi bu”
“silahkan disimpan di
depan meja ibu tugas minggu kearin” suruh bu Risna
Tugas apa yang
sebenarnya dibicarakan, intinya kami bertiga terlihat konyol melihat yang
lainya mengumpulkan tugas. Menjadi langgana kami untuk membuat sebuah alasan
palsu sebagai tameng agar tidak dapat hukuman tetapi senyuman manis. Namun kali
ini tidak seperti biasanya.
“Rio, Drim, Wil mana
tugas kaliah” berteriak kencang dari depan kelas dengan muka tertunduk misterius.
Hendaklah semua membisu. perlahan ibu Risna mulai berdiri. Langkah kaki terasa
membisingi ruangkan kelas. Rasa tegang mulai muncul. Entah apa yang akan
selanjutnya terjadi. Tetapi sekarag ibu Risna melaju mendekati kami yang
terpelongok melihat aksi begitu menegangkan. Semakin dekat, dekat dan dekat.
hingga kini berada dihadapan kami. Mata terpejamnya mulai teruka, wajah
tertunduknya seketika menengadah. Kini didepan kami terlihat jelas raut
wajahnya yang kini menyimpan kemarahan. Bibir seksinya berubah menjadi seperti
mulut harimau menggeramkan suara identiknya. Kami kira ibu benar-benak akan
marah. Akhirnya ibu Risna mulai dengan lemah gemulai mengeluarkan sair indah
bersama senyuman kebaikan.
“Rio, Drim, Wil
bolehkah ibu tahu kesibukan kalian selama satu peka lalu ?”
“eh, eh eh” Drim
berpikir keras dengan mata yang melirik kepojok atas
“banyak pokonya bu,
kami bertiga super sibuk. Karna bayaknya kesibukan hingga kami gak bisa
menceritakan satu persatu bu” jawab Wil dengan lantag
“Oooya? Apa benar
kalian sesibuk itu ?”
“benar bu kami supersibuk.
Iah kan yo” yakinkan wil pada bu Risna dengan melempar keyakinan padaku
“Rio apa benar yang
Drim dan Wil katankan ?” tatapan burina berpndahalih padaku
“kami tidak sibuk bu,
kami haya main-main” dengan longgarnya aku keluarkan kata kepolosan ini.
“bagus, kalian murid
teladon. Rio, Drim, Wil sudah berapa bayak tugas yang ibu berikan tidak kalian
kerjakan?” kedua jari jemari tangan ditekuk dipinggulnya
“duakali bu” jawab Drim
mengangkat wajah dan menundukannya kembali.
“berapa kali ?” sindir
bu Risna yang terus memandang bersama tatapan halusnya
“Tigakali, eh empat
kali, perasaan lima kali bu” ujar wil sambil menutup nutup mulut dengan tangn
nya sendiri.
“Oooya?” dahi ibu Risna
mulai mengerut
“kami tak pernah
mengerjakan tugas yang diberikan ibu” tegasku
“gimana sih yo kamu ko
jujur amat” ujar Drim dan Rio sambil menatapku
“baiklah ibu sudah
dapat jawabannya. Sekarang kalian bertiga berdiri didepan, jewer tlinga kalian
masing masing. Jangan lupa angkat kaki kiri kalian. cepat” nada suara mendadak
tinggi.
Terlihat aneh ketika
kami menikmati hukuman, dikarnakan tidak pernah mengerjakan tugas yang
diberikan guru pada kami. Tetap tersenyum ketika berdiri didepan kelas dengan
mengangkat kaki kiri dan menjewer telinga masing-masing. Entah apa yang ada
dalam pikiran kedua sahabatku, termasuk otak kacau ini. Tidak pernah
menghiraukan malu, sanggahan bahkan kemarahan dari orang lain. Rasanya daging
ini tetap menikmati lajunya sebuah kesidupan. Mungkinkah drim dan Wil berpikir
sama dengan apa yang Aku pikirkan.? Atau malahan mereka lebih konyol dari sifat
bodohku ini. Tetapi yang terpenting kami tetap bersama. Meski kami bandel dan gokil,
asalkan kami tak merugikan siapapun. Tiga puluh menit perajaran telah
berlangsung. Rasaya kaki ini sudah mulai lemas. Bergoyang kesana kemari.
Sekaranglah saatnya kasih sayang seorang guru akan tersampaikan. Saat ia merasa
kasihan melihat murid terus menjadi bahan perhatiannya, tidak bisa menikmati
haknya dalam mendapatkan asumsi terbaik yang di bicaraka.
“bawa buku kalian dan
duduk paling depan. Perhatikan apa yang ibu bicarakan” suruh bu risna.
Segera mungkin kami
beranjak kembali duduk. Waktu terasa begitu singkat saat kami mulai serius
memperhatikan apa yang telah di sampaikan. Mungkinkah ini di manakan dengan
menikmati belajar ?. pelajaran pertama telah usai. Seketika setelah ibu Risna
beranjak pergi, Drim berjalan menuju kursi guru. Saatnya ia menyimpan bekas
kunyahan premen karet yang telah ia genggam dari tadi. Usai menyimpan kunyahan
premenkaret ia langsung duduk kembali. kali ini aku terkaget dengan datangnya
pak joko kedalam ruanga kelas.
“slamat pagi menjelang
siang” geram pak joko
Berulang kali Wil menghela
napas pangjang. Suara tegukan napas yang di telan Drim terdengas ditelinga kiri.
Ku tengok mereka disamping kiri kana. Tatapan tajam mereka tertuju pada pak
joko yang telah duduk manis dia hadapan kami.
“huh” suara hembusan napas
dari mulutku terasa begitu melepaskan semua tenaga yang ada di dalam tubuh ini.
Hingga kepala ini tertunduk lesu. Aku baru ingat kalau jam pelajaran sekarang
giliran guru terkiler yang ada di sekolah kami. pak joko merupakan guru
tergalak, bawaannya marah-marah, tidak pernah mendengar apapun alasan kami
untuk membela diri. Karana dia terlalu tahu sifat bandel kami. Seringkali kami
bertiga mendapat hukumah membersihkan toilet, menghormati bendera di tengah
lapang. Salah satunya sama seperti tadi tidak mengerjakan tugas yang diberikan
pak joko. Kali ini tamatlah riwayat kami.
Sepidol hitam telah di
genggamnya. dia mulai berdiri, berjalan menghadap papan tulis. Premen kariet
terlihat memanjang dari kursi menyambung dengan pantat pak jok yang
membelakangi kami. Panjagnya dapat terukur, kita-kira satu setengah meter. Saatnya
keluar dari ruangan kelas secara perlahan. Langkah kaki secara perlahan dengan
penuh perhitungan mulai ditata sebaik mungkin. Mengendap seperti kucing
mengincar tikus. Pintu penyelamat tepat berada didepan mata. Tiba-tiba pak joko
terdiam misteriue. Satu geraman seram terdengat dibelakang kami. Kepalanya
melirik perlahan kearah kanan. Hitungan mundur 10 detik searah jarum jam telah
di mulai. Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh, enam, Lima, empat, tiga, dua,
satu.
“Rio, drim, wil mau
kemana kaian” tanya pak joko dengan nada
geraman yang seram
Srentak kami bertiga memutar
berbalik badan. Sangat kompang. menggaruk garuk kepala meski tidak terasa ada
yang gatal.
“kami mau ketoilet pak”
nada tempo perkataan sangan renggang.
“ini ulah siapa ?”
Kali ini benar-benar di
hukum habis-habisan. Udah lari mengelilingi lapangan sepak bola berkali-kali,
ditambah membersihkan toilet. Haduh sangat melelahkan. Rasa sesal tak akan
pernah timbul dalam angan kami. Tidak
pernah ada sikap saling menyalahkan atau saling memojokan kesalahan. kami tetap
mengaku semua itu atas dasar pikiran bertiga. Bayak orang menyeloteh atas
siakap persahabatan kami. Mereka bilang “sagat kagum atas rasa solideritas yang
tumbuh dalam persahabatan. Tetapi sagat disanyangkan semua itu terjalin dalam
sebuah kekonyolan”. Tidak penting mengaggap ceotehan orang tidak penting.
0 comments:
Post a Comment