“Kau terlalu cape bu, tak usah kau bawa pekerjaan kantor yang menyita waktu
istirahatmu” bisikku padanya
Dia hanya tersenyum manis mendengarnya.
“Duduk lah Fai sini” panggilannya
untukku yang berasal dari nama asliku Faihatun.
Disamping pekerjaan kantornya yang
begirtu menggunung, ia sempatkan untuk bencengkrama dan bersendagurau denganku.
Dan tanpa disengaja ia mengatakan bahwa anak keduanya akan pulang dari luar
kota.
“Yang benar saja bu? Bukankah saat ini
dia sedang sidang skripsi?”
“Upppssss,,ibu keceplosan Fai..“
“Tak apa bu, ayo ceritakan padaku.
Kapan dia pulangnya? Mengapa dia pulang kan ia sedang menunggu sidang skripsi?”
“katanya dia ingin refreshing dulu sebelum sidang skripsi. Lagian hampir 6 bulan dia
tak pulang-pulang.”
“seperti bang toyib saja ya bu” godaku
padanya
“Ah kamu fai bisa saja”
“heee... ini sudah larut malam bu,
saatnya ibu tidur. Tinggalkan saja dulu berkas-berkas itu sendiri”
▪▪▪
Esok
harinya ketika mentari mulai menampakkan sinarnya dan daun pun kehilangan
embun. Hadir seorang pria yang selama ini ia tunggu. Fazar, ya namanya Fazar
kakak angkatku yang kedua. Saat itu aku hanya bersembunyi dipekarangan rumah,
tak berani sedetikpun menampakan diri di depannya. Karena, rasa takut tak di
anggap menghantuiku. Padahal belum tentu dia seperti yang kubayangkan. Seketika
ku menyibukkan diri dengan pekarangan itu meski ibu telah memanggilku beberapa
kali.
“Maaf bu, aku
takut menemuinya” ucapku dalam hati.
Di
samping itu, ibu yang tersenyum-senyum melihat jagoannya pulang memeluknya
sangat erat. Sungguh senang ku melihatnya dari balik pintu rumah. Malaikat itu
seolah hidup kembali dengan semangat baru yang menggelegar.
“Malaikatku
tersenyum bahagia” ucapku pelan di balik pintu.
Tanpa sengaja ku menyenggol vas bunga di pinggir pintu dan akhirnya
mereka menoleh kearahku bersamaan. Tak lama dari itu, ibu menghampiriku dan
mengajakku masuk rumah untuk berkenalan dengan Fazar kakak angkatku yang baru
ku kenal. Rasa guguppun tak dapat terhindar lagi. Tangan dingin dan gemetar
seolah jadi teman akrab saat itu.
“Oh.. kamu Faihatun ya? Ibu sering
menceritakan tentangmu” ucapnya lembut dengan senyum gingsul menyapu
ketakutanku selama ini.
“Iya kak” jawabku tersipu.
Seketika ibu mencairkan suasana
diantara aku dengan kak Fazar.
“Anggaplah Faihatun sebagai adik
kandungmu sendiri Zar..”
“Fai,, anggalah dia sebagai kakak
kandungmu juga seperti kau menganggapku sebagai ibu kandungmu”
“Iya bu” jawab kita bersamaan sambil menatap
satu sama lain.
▪▪▪
Awan putih tersapu angin yang berhembus
kencang meniup seluruh kegundahan hatiku. Membius jiwaku dalam lamunan tentang
penyesalan yang selalu menghantuiku. Dari balik arah ia menghampriku dengan
seribu senyuman yang mampu menghangatkanku. Dengan kepandaiannya bersilat lidah
seakan menghipnotisku untuk selalu menatapnya tanpa berkedip sekalipun. Namun
seketika ku tersadar. Dia adalah kakak angkatku yang belum ku kenal baik.
Heningpun menemani kami saat itu, hanya
duduk saja sambil menatap langit yang berhiaskan bintang di atas sana. Dengan
isengnya dia bersiul begitu merdu menghancurkan kesunyian. Aku hanya tersenyum
manis menatapnya.
“Aku tak mengerti, kenapa ibu langsung
mengangkatku sebagai anaknya. Padahal belum lama ia mengenalku.” Ucapku dengan
pelan.
“Ibu tak pernah gegabah dalam mengambil
sebuah keputusna.” Ujarnya.
“Keputusan yang ia ambil selalu tepat,
maka aku juga percaya kau adalah orang baik yang dikirimkan Tuhan untuk menjaga
ibu kalaku jauh darinya”
Sambil tersenyum manis. “Tidakkan kau
merasa iba, tiba-tiba datang orang asing dalam kehidupan kalian?”
“Untuk apa iba? Dari dulu ku memang
ingin memiliki seorang adik perempuan. Namun, Tuhan baru memberinya sekarang.
Hubungan darah tak penting bagiku, asalkan dia bisa membahagiakan ibuku.”
“Tapi, bagaimana jika aku tak dapat
melakukan hal itu? “
“Ibu memilihmu, berarti kau mampu
melakukan itu.”
Perbincangan kami berlangsung hingga
larut malam dan dilanjutkan esok harinya sambil mengantarku sekolah. Saling
tanya tentang kehidupan masing-masing menjadi nuansa keharmonisan bagi kita
sepasang saudara yang masih berusaha saling mengenal. Mereka, malaikat bermata biru.
0 comments:
Post a Comment