10. Sang Dewi

10.Sang Dewi  
Cucu Abdul Karim
Terhalang kehawatiran, tertawan perasangka. Sebuah hati terdiam dalam secerca harapan. Ambisi telah lama terpendam akankah tersampaikan. Nada merdu yang bersimpu malu, mampukah memberanikan diri menyanyikannya dengan sangat lantang. Satu penyesalan tidak mungkin datang diawal kalimat. Pastilah penyesalan terungkap saat syair telah terucap. Begitu juga sebuah tindakan telah terpenuhi.
Rasa kecewa mungkin terus membenak dalam hati Felin. Memag tak seharusnya aku membuat ia menangis. Aku akan minta maaf setelah ia merasa tenang nanti. Menyuruh kedua sahabat ku, wil dan Drim untuk mengikuti Felin. Ketakutaku felin berlaku nekad atau terjadi sesuatu padanya. Aku haya terdiam menyendiri didalam ruangan kelas. Entah apa yang kupikirkan. Otaku melayang kesana kemari.
Bily teman sekelas datang tergesa-gesa. Seakan ada sesuatu yang telah terjadi. Berusaha untuk membuat Bili tenang.
“Ada apa Bily? Apa yang terjadi?” dengan sangat hawatir aku bertaya.
“Rio. Glen sedang mengerumuni halimah bersama teman-temannya di lapang basket” tubuh membentuk sudut 90 %. Ditahannya kedua dengkul dengan kedu atangnnya.
“oh, kirain ada apa” nada santi. terpikir olehku baru saja Bily mengatakan Halimah “apa Glen mengganggu Halimah?”. Diriku merasa begitu marah ketika Bily mengatakan kalua Glen sedang mengerumuni Halimah. Baiklah Glen aku akan buat perhitungan dengan mu. Meski aku sudah berjanji tidak akan mengulangi kejadian yang sama tetapi kamu yang memaksa aku untuk mengulangi kejadian tempolalu.
Halimah yang terlihat anggun berubah menjadi sosok wanita ketakutan. Dikerumuninya cowok-cowok so keren terlihat haus. Berlari dengan secepat kaki  mengayunkan tenaganya. Tanpa menghiraukan apapun, kudorong tubuh Glen hingga terpental. aku tarik halimah kebelakang tubuhkuku. Seperti biasa, Glen tidak akan menyerah begitu saja. Sepertinya aku harus membuatnya benar-benar jera untuk menjadi orang so keren dan sok jagoan disekolah ini.
Glen terus mencoba menggapai Halilah dengan gaya hausnya. Tetapi diriku takan membiarkan ia menyentuh halimah meski hanya seujung jari. Meski nasibku tidak akan sama seperti waktu itu. Aku rela melakukan apa saja untuk melindungi Halimah.
“jadi Halimah Wanita yang sagat kamu cintai itu Rio?” sindir Glen padaku “sudahlah yo, bagaimana kalau kita berdamai untuk membagi wanita manis ini. Tapi apabila kamu tidak mau berdamai dengan sarat yang ku ajukan. terpaksa teman-temaku akan menghabisimu” satu pelecehan terucap dari mulut Glen. Temam-teman Glen terlihat beringas, siap melancarkan kepalan tangan mereka masingmasing. Aku tahu nyali orang-orang seperti ini. Biasaya orang yang suka berkomplotan akan merasa kuat saat ketuanya masih terlihat berani. Tetapi setelah peminpinnya lengah mereka akan melarikan diri terbirit-birit.
“Glen jagan biarkan dirimu meyesali kejadian kali ini. kau tahu, temantteman mu akan meninggalkanmu setelah melihat kau lemah” berusaha mengeluarkan kata-kata jantan meski aku aga ragu dengan ilusiku. Dari kejauhan terlihat dua sahabat tolol berlali mengarah pada kerumunan kami.
“weeey...” teriak Wil dan Drim
Terdengar begitu sangat kencang teriakan kedua sahabat tololku. Sehingga membuat Glen harus memalingkan wajahnya kearah Drim dan Wil. Tidak akan kulewatkan kesempatan ini. Kini tubuh Glen dalam Posisi menyamping. Sekarang Ia terlihat lengah dihadapanku. Wajah beringasnya terasa mulus ketika kepalan tangnku menempel keras dipipinya. “jdeeerrr” Satu pukulan bertenaga super membuat Glen terbang seperti pesawat jatuh dengan memuntahkan air liur dari mulutnya. Sungguh membuatkunya begitu malu. Teman-teman pengecutnya lari begitu saja, tapa memperhatikan Glen terbaring lemah ditengah lapang. Aku kira Glen mati, tetapi untungnya ia haya terbaring kesakitan. Seketika ia terbangun dan denga sangat cepat berlari.
“yo aku gak nyangka tangan mu begitu kuat” puji Wil
“sory yo kami terlambat”ucap maaf Drim
Kutengok Halimah terdiam membisu dibelakangku. Meski ia sempat berteriak satukali saat aku memukul Glen. Baru kali ini aku mendengar teriakan begitu merdu. Wajahnya yang tertunduk membuatku terlalu hawatir.
“Halimah kamu tidak apa-apa?” taya kehawatiranku yang tidak ada jawaban. Kutatap ia denga seksama yang  terus terdiam sambil tertunduk. Keduakalinya aku membuat seorang waita menagis dihadapanku. Satu tetesan ait mata Haliman terjatuh megurai debu lapangan. Kupegang tangannya, Ia melemparkannya kembali. Perlahan ia mengankat wajahnya.
“Haruskah kamu memukul ia? haruskah kamu membuat orang-orang takut melihat perilakumu? Dan haruskah tingkah konyolmu membuat dirimu celaka?” airmataya berlinai. tiga pertayaan sekaligus ditujukan halimah padaku.
“aku lakukan ini karna aku mencintaimu! aku lakukan ini karna aku takut orang yang kucintai akan terluka! Aku rela terluka demi orang yang kucintai”
“haruskah kamu mengorbankan kasihsayang sesama muslim untuk memuaskan cintamu, bahkan dengan melukai saudaramu sendiri? Aku tidak mau nafsu mendahuluimu ketika kamu mencintaiku”
“salahkan aku mencintaimu atas dasar ikhlas” tanyaku kembali. halimah haya terdiam tak menjawab “aku tahu berpacaran bukanlah ajaran yang disarankan. Tetapi Khitbahlah yang diharuskan. Salahkah aku mengatakan aku menyukaimu. Biarkanlan aku mencintaimu sebelum kata hitbah menghampirimu Halimah” permohonanku pada haliamh
Halimah menatapku dengan tangisannya. Ia berkata dengan sangat alon “haruska aku memuaskan nafsuku dengan mengatakan aku mencintaimu karna aku tahu Agamamu, haruskah aku mengatakan aku mencintaimu karna aku paham Duniyawimu, haruskah aku mengatakan aku mencintaimu karna aku kenal wajahmu. Tetapi haruskah aku mengatakan aku mencintaimu ketika aku tidak paham dengan penciptaan jatidirimu” ucap terang Haliman sambil menangis tersedu.
“aku tidak paham dengan ucapanmu Halimah, sungguh aku tidak paham dengan apa yang kau utarakan” Diri ini terlalu tolol untuk memahami kata-katanya. Halimah pergi dengan melangkah cepat sambil tertunduk. Diujung lapang Felin berdiri menyaksikan pembicaraan kami. Halimah yang berjalan kearah Felin seakan takmelihat Felin didepannya. Seketika itu Felin melampiaskan kemarahaya karna mendengarku mengutarakan cinta pada Halimah.
Felin menarik jilbab Halimah dan mendorongnya hingga terjatuh. Dilemparkannya kembali jilbab itu dimuka Halimah.
“dasar wanita so suci. Busanamu terlihat muslim, tavi hatimu begitu busuk” ujar kemarahan Felin. Halimah tek henti menangis sambil membetulkan kembali jilbabnya. Segera berlari menghampiri mereka. Kubantu Halimah kembali berdiri. Kini ia terpaku dengan tangisanya dihadapanku. ia mulai berjalan perlahan meninggalkan kami. Felin terus saja mencaci maki halimah. Aku sudah tidak tahan melihat Halimah diperlakukan seperti ini.
“Hentika semua ini Felin” Felin terdiam menatapku “ini bukan salahnya. tetapi aku yang bersikeras mengejar-ngejar halimah. Awalnya aku merasa menyesal tengah membuatmu bersedih. Tetapi dengan sikapmu yang seperti ini membuat ku harus membencimu” aku beranjak pergi menyusul Haliman dan meninggalkan Felin sendiri.
“Rio,,,,,, Rio,,,,,” panggil Felin berkali-kali
Kedua sahabatku haya terdian menyaksikan semua ini. mereka tak bisa melakukan apa-apa. Karna mereka tahu sifatku sesungguhnya. Mereka tahu aku akan bisa berpikir baik ketika aku sudah merasa tenang. Aku terlalu lengah membuat Halimah tetap baeada dalam pandangaku. Sudah kucari ia kesana kemari, namun tidak kutemukan ia. Seperti sebuah ilusi yang bisa lenyap begitu saja.
Perkelahian diawali dengan pukulanku melandas dipipi Glen, membuat kepala sekolah untuk memanggil Omah dan kedua orang tua Glen. Aku tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan di dalam ruangan kepala sekolah. Aku haya duduk diam diluar ruangan dengan diawasi oleh Pak Dion wali kelasku. Usai sudah perbincangan antara Omah, orangtua Glen dan Kepala Sekolah. Orang tua glen keluar lebih awal dan menghampiriku. Mungkin aku harus bisa menerima apabila ayah atau ibunya Glen memukulku. Karna aku telah memukul glen satu kali. Kini orengtua Glen berada dihadapanku. anehnya mereka tida terlihat marah, malah tersenyum sambil mengelus-ngelus kepalaku. Mereka mengatakan “Rio maafkan atas sikap Glen. Ia selalu ceroboh”. Aku semakin bingun dengan apa yang terjadi. Tak lam akemudian Omah keluar dari ruangan Kepala Sekolah. Omah haya berkata “ayo kita pulang” bersama satu senyuman yang tak biasa. 

DEWI

Masihkah engkau menunggu sang dewi, datang menghampiri redupkan sepi. Memijakan kaki diatas denyut hati. Meski dewi terus bernyanyi, Tak pernah sudi membagi hati. Membelah jiwa separuh raga. Mengiris kasih lautan sejaga. Menutup pintu masukan rindu dikalbu.
Dia seng Dewi ratu pujaan. Merontah hati bisikan rasa. Engkau dewi pujaan raga semata. Dengarkanlah setiap makna detak jantung ini. Berdenyut kalbu detakan dambaan. Ismi Dewi ismi Dewi ismi Dewi.
Bersihkeraskah dewi campakan rasa. Yang telah menyatu tiada ada beda. Telah menggumpal memadu satu. Rasa dan hati ini takan terhenti. Memuja dewi sandaran hati
(07.31 Wib) Kamis, 21 Februari 2013

0 comments:

Post a Comment

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net