4. Keistimewaan Halte
Cucu Abdul Karim
Daun berguguran tidak
pernah menyalahkan ranting yang mulai kering. Tanah becek tidak pernah
menyalahkan hujan yang menggyur. Serpihan kayu hayut terbawa air sungai tidak
pernah bertaya mau dibawa kemana ia berlayar. Bahkan lilin yang luluh
melenyapkan dirinya demi menerangi malam tidak pernah menghiraukan dirinya akan
binasa. Begitu jua dengan ruh yang hinggap dalam daging. Ia tidak pernah menyalahkan mawar lamaya yang terlihat
layu. Tidak pernah menyalahkan takdir membeceki asal usul diri, karna takdir
terlanjur jatuh mengguyur jalan hidupnya. Daging tidak pernag meyalahkan tulang
kemana ia akan beranyak, seakan serpihan kayu telah hanyut. Hingga sikap tidak
pernah menghiraukan bagai mana ia tumbuh menjelma nenjadi sosok daging sempurna.
Tidak pernah memperdulikan daging menerkam malu, tidak perduli daging terisris
pilu, yang terpenting daging akan berbuat sesuai syair terindah mendendangkan
lagu bersama siulan merdu, untuk melindungi dan membahagiakan orang-orag yang
ia sayagi.
Siang ini mentari
terlalu belebihan membakar tubuhnya. Proi-pori memuntahkan air liur
penyesalannya atas gerahnya cuaca. Kuhentikan seketika simerah di pinggir
jalan. Minuman dingin pedagang asongan menjadi satu alternatif melepas dahaga. Bang
wawan penjual minuman selalu hadir setiap waktu. Lokasinya berada didepan
kekolah.
“bang minuman dinginnya
tiga, rasa mangga”
Ku teguk segera
dinginnya minuman langgana. Segar mulai menjalar merabat urat di seluruh tubuh.
Mata terpejam, menariknapas dalam seketika menghembuskannya kembali. perlahan
mata rapat mulai menengok kembali suasana. Tertengok seorang wanita berdiri
dalam sebuah penantian. Rok rempel, baju longgar dan kerudung panjang terus
tertiup angin dalam panasnya cuaca siang. Mobil silper terhnti dihadapanya.
Terkesima melihat satu senyuman manisnya terarah pada ku. Tetapi sebenarnya itu
bukan untuku. Temanya melampbay tepat dibelakang simerah. Mata ini telah pudar
untuk menegok yang lain. Telinga ini telah tuli merespon teriakan dua sahabatku
yang terus mengoyangkan tubuh ini.
“yo kamu kenapa?” tanya
drim seakan hawatir
“yo jawab kamu kenapa”
wil terpelongok dari kursi belakang simerah.
“sempurna!!! Siapakah
dia sebenarnya? Baru kali ini aku melihat senyuman manis terindah meski itu
bukan untuku”
“hah, sempurna.
Maksudmu? ” taya wil kembali sambil lirik kanan kiri.
“apa kalian tidak
melihat wanita cantik dihalte tadi” tegasku pada kedua teman tolol ini
“mana, mana, mana.
Tidak ada yo”
“Sekarang diah sudah
pergi. Apa mungkin dia murid sekolah kita jua? Tavi apa mungkin wanita seperti
dia ada disekolah ini! Padahal kan disini tidak pernah ada wanita berbusana
seperti itu” taya pada diriku sendiri
Seperti sebuah ilusi dalam khayalan. Sosok waita
penuh pesona atas senyumann terus dipancarkan terlalu sering muncul
dipikiranku. Rasa penasaran membuatku terus bertaya siapakah dia sebenarnya?.
Bahkan dalam mimipi siang bolong ia hadir begitu saja. Padahal aku tidak tahu
siapa dia. Kami tak pernah berkenalah. Baru satukali saja bertemu ia sudah
merasuki pikiranku.
Sore hari dua sahabat
konyol datang kerumahku. Seakan mereka melihat apa yang kulihat dihalte sekolah
tadi siang. Katanya mereka melihat orang misterius yang kulihat. Apa mungkin
wanita dengan senyuman manis bersama busana serba islaminya? kedua sahabat
tololku ini melihat orang misterius dihalte sekolah saat mereka diperjalanan
menuju rumahku. Perasaan wanita manis itu tidak terlihat seperti orang
misterius. Mana mungkin juga sore-sore dia berada dihalte sekolah. Apa yang
sedang dia lakukan?. Tidak percaya begitu saja ucapan mereka. Tetapi Rasa
penasaran seakan mulai memuncak. Akhirnya aku putuskan pergi kehalte sekolah
untuk membuktikan perkatakan dua sahabat tolol.
Kuhentikan simerah
sejauh 100 meter dari halte. Benar-benar aku terkaget melihatnya. Tempatnya
sama halte sekolah. Simisterius itu memang bukan yang aku lihat tadi siang.
“dasar tolol, masa
kalian tidak bisa membedakan antara wanita cantik nan manis dengan orang gila” kudorong
satu persatu kedua kepala sahabat tolol dengan satu telunjukku.
“wah jadi kamu tadi
melihat wanita cantik mengagumkan. Bukannya orang gila itu” jawab drim dengan
terkejut.
“habisnya sih raut
mukamu tadi siang seperti melihat orang misterius kaya di sinetron. Soalnya aku
dan wil melihat orang gila ini seperti orang misterius, kaya ekpersi kamu” wil
berusaha menerangkan tanggapan yang dia lihat dari ekspresi wajahku tadi siang.
“mata kalian sudah
katarak” ujarku pada Wil dan Drim
“ngomong-ngomong aku
lapar yo. Iahkan Wil kamu juga lapar! Yo kamu juga pasti lapar sama seperti
kita” rayu Drim mengajakku makan
Aku sedikit terdiam
memasang wajah kesal atas kekonyolan yang barusaja mereka sajikan diotaku.
Tetavi sumpeh ini sungguh gokil.
“hahahahhaha” aku
tertawa terbahak-bahak memikirkan sifat konyol mereka berdua
“kok kamu tertawa yo? ”
tanya Drim
“sumpah konyol baget
tau. Ayu kita makan!” ajaku pada mereka sambil melajukan simerah.
Salahsatu sifat unik
kedua sahabat tololku yaitu membuat orang penasaran dengan sesustu yang membuatanya
penuh pertanyaan. Memutuskan untuk memastikannya, ternyata kekonyolan menjadi
jawabannya. Seketika akan merasa kesal. Namun setelah dipikirkan itu sunggu
membuat ku ingin tertawa menyaksikan otak tolol mereka.
Rumah makan cumi jarak
setengah kilo meter dari sekolah siap mengisi perut keroncongan. Langit mulai
menguning terlihat anggun bila ditatap secara seksama. Burung seakan
menyembunyikan dirinya dalam sarang hayalan. Kumbang-kumbang mulai berhenti
merayu bunga bayangan. Senyumannya terusaja menyapa pikiranku. Halusinasi ini
terlalu mudah muncul dalam sebuah angan-angan hati.
“ayo yo cepat. Udah
lapar banget nih” ajak Drim menari tangn ku dan wil
Dipintu masuk rumah
makan berdiri anggun dua wanita penyapa para pelanggan yang manpir untuk menikmati
segaarnya cumi. Seragam kuning berpolet merah dan bercorah tulisan ungu
dibelakang punggunya selalu mereka kenakan, terlihat cocok.
“selamat sore” sambut
kedua wanina didepan pintu masuk
Tak berpikir lama
mencari tempat duduk. Empat kursi warna putih mengelilingi meja kaca berbentuk
bulat dengan diamerter satu meter tertata rapih. Angka nomer 06 tepat berada
ditengah meja. Terdapat satu kotak tisu berdampingan dengan tusuk gigi. Empat
buku berisikan daftar menu makanan telah tersedia disetiap meja. termasuk meja
yang kami pilih. Seorang wanita berseragam datang menghampiri. Membuka setiap
lembar daftar menu.
“cumi saus tiram satu,
susi satu, dan juis Alpuket satu.” Sambil melihat daftar menu
“aku mau pesan, samakan
saja ba. Jadi cumi saustiramnya tiga, susinya tiga porsi dan jus alpucatnya
tiga” tiru drim dan wil
Satu pesanan telah di
siapkan. Menanti 10 menit untuk menyiapkan semua hidangan nikmat untuk para
pelanggan. Para pedawai disbukan dengan pesanan para pelanggan. Disamping kiri
kanan terlihat orang asik dengan bahan pembicaraannya masing-masing. Begitu
juga dengan kami bertiga, tema pembicaraan membahas sebuah kekonyolan yang
terus membuat perut terpingkal-pingkal.
“berapa semuanya bak”
terdengar seorang wanita menbayar makanan pesanan di kasir sebelah kanan. Terlihat
kerudung bersama busana long dres warna hijau muda sangat anggun dikenakan
wanita itu dari belakang tubuhnya.
“semuaya 230.000” jawab
petugas kasir
“ambil saja
kembaliannya” ucap baik dari wanita itu
Seketia ia membalikan
tubuhnya kearah ku. Dibuatnya aku terkagum. Senyumannya terus manis penuh pesona. Tapernah aku sagka
akan bertemu ditempat ini. Wanita waktu dihalte sekolah sekarang berada disini.
Mungkinkah ini bidadari nyasar atau selir raja lari dari istana?. Kali ini aku takakan membiarkanya pergi
begitu saja. Seperti sebuah hipnotis terkuat yang pernah ada. Tubuh berjalan
tanpa sadar. Langkah kakinya seolah menyuruku untuk mengikutinya. Dua sahabat
terbingung dengan tingkah ku kali ini.
“Rio mau kemana kamu”
taya Wil yang tidak sempat kujawab.
Aku tidak pernah tahu
kenapa tatapan mata ini haya terarah padanya. Telinga haya mendengar syair
lembutnya meski bukan untuku. Mulut ini enggan berkata apa-apa.kaki ini
melangkah takterduga.
“Rio mau kemana?” aku
terkaget ketika Drim menepuk pundaku dari belkang. Aku terhenti begitu saja.
Ada apa dengan ku ini. Kuusap wajah terpesona ini dengan kedua tangan.
“Drim itu dia wanita tadi
siang yang berada dihalte sekolah”
“mana! Waw sungguh
sangat cantik, manusia apa bidadari?” drin terkagum melihatnya
“apan sih. Canti sekali
wanita itu” ucap Wil yang terkejut melihatnya
Kedua sahabatku
terpeson akan pandagan pertama. Wanita halte berdiri didepan rumah makan
seperti menuggu seseorag datang menghampirinya. Tingkah anggunnya membuat kami
terpelongo. Wanita halte tersenyum manis saat seorang lelaki separuh baya
datang menghampirinya dari arah toilet. Mereka bercengkrama sebentar. Setelah
itu langsung memasuki mobil silper sama seperti waktu siang tadi. Entah apa
yang dibicarakan wanita halte dengan lelaki itu. Pokonya membuatku iri.
“yo siapa laki laki
itu?” tanya drim padaku
“mana aku tahu”
“apa mungkin dia
pacarnya” duutarakannya pendapat wil
Apa benar mereka
pacaran. Ini membuatku semakin penasaran terhadap sosok wanita halte. siapakah
dirimu sebenarnya.
“mas makanaya sudah
siap” ucap pelayan dari belakang kami
“makasih Bak” jawab
drim yang duduk kembali dikursinya
“yo ayo makan dulu
nanti kita cari tahu siapa wanina mengagumkanmu itu” ajak drim pakaku.
Sore terlalu mudah pudar,
malam bertabur bintang terlalu sunyi dikala hati ini merindukan satu senyuman manis
dari sosok wanita halte. Apa mungkin ini dinamakan cinta pada pandangan
pertama? Hidup ini sungguh penuh pertayaan, apalagi saat ujian sekolah pastilah
semuanya pertayaan. Nada drin berbunyi kencang dari handphone diatas ranjang.
“halo Drim. ada apa?”
“yo sekarang aku tau
wanita canti idamanmu itu!”
“yang bener Wil”
Percakapan di telepon
membuatku bersemangat untuk terus belajar. Wanita halte namanya Halimah Nur Hasanah,
Islami baget. Halimah merupakan murid pindahan dari sekolah muslim. Entah apa
alasan kenapa Halimah pindah sekolah. Yang penting ia sekarang satu sekolah
dengaku di Tuna Bagsa. Halimah belajar di kelas 12 F, kebetualn berdampingan
dengan kelasku 12 G. Terpaksa deh aku harus bilang kali ini sekolah Tuna Bangsa
adalah sekolah paporitku. Alasannya gitu deh gara-gara ada wanita halte alias
Halimah.
“tok-tok-tok” suara
ketukan pintu tigakali.
“masuk”
“Den ditunggu ibu
dibawah untuk makan malam” ucap embo
“sebentar lagi saya
kebawah” jawabku
“baik Den”
“thak Drim atas
informasinya. Aku tutup dulu teleponnya, Nenek suruh aku kebawah ok” menutup
tlepon dengan penuh kebahagiaan atas informasi mengagumkan ini.
Malam taklagi terasa
sunyi. Taburan bintah terlalu sayang bila dilewatkan dimalam yang merdu ini.
UNGKAPAN
YANG TERPENDAM
Memandag satu keindahan. Memasuki dunia
bahagia. Menatap dengan penuh harapan. Menyapa dengan senyuman keindahan.
Nadaya begitu indah ketika didengar. Berjalan
dengan penuh keanggunan. Hembusan agin membelai busana muslimahnya. Menutup
larangan dan tatapan nafsu Para penglihat bukan muhrimnya.
Pujagga terpesona akan indahnya. Tergoda
dengan peribadinya. Sungguh takkuasa memandanginya. Jasad ini berharap kau tahu.
Menunggu kau mengerti sikap sang pujangga.
Oh apa kau tahu ? Mata ini sagat
lengket memandagimu, Taklelah memperhatikan gerak-gerikmu. Bahkan merekam
setiap syaiir dari bibirmu.
Hati ini tak mengenal kau telah
dimiliki. Rasa ini takkan terhalang dengan ikatamu yang lain. Namun satu
penyesalanku. Takmampu mengucapkan isi keinginan ini. Memilikimu tampa ruamng
dan waktu.
Biarkanlah hati ini yang tahu, begitu
indah mengagumimu. Meski rasa ini hak sag pujagga. Tetapi maapkanlah karna
lancag memperhatikanmu. Maafkan aku karna tanpa izin mencintaimu.
Meski begitu ku ucapkan terimakasih,
Karna kau telah memberikan kado terindah yang mengisi ruang danwaktu,
Mencintaimu setulus hatiku.
0 comments:
Post a Comment