8. Begitu Awam

8. Begitu Awam
Cucu Abdul Karim
Usai menegok Wil dirumahnya, aku bersama Drim menghabiskan sisa waktu untuk  mencari buku-buku tentang islam. Semuanya berkaitan tentag islam. Setelah merasa lelah seharian mencari buku aku mampir dulu kerumah Drim. Terbaring diatas ranjang, sambil memejamkan mata.
“Satu taburan serbuk penyejuk terpancar dari hatinyah. Telah mengukir sebuah goresan yang telah lama terlupakan. Saat segumpl hati terus merasa hitan nan beku. ia berikan sebuah penerangan hingga membuat luluh hati ini. Ketika kaki teralu ambisius mengikuti arah ibujarinya yang tertutup lumpur. Ia hendah bersedia membersihkan ibujari dengan kain putih jilbabnya. Sekarang aku paham kalau sesungguhnya tasbih bukanlah satu satunya alat untuk berdzikit dengan menyebut asmanya. Tetapi mensyukuri satu keindahan yang diciptakan tuham juga termasuk dari sebagian Dzikir” satu syair terucap dariku.
“yo lumayan bagus juga kata-katamu” puji Drim
“Rio ada Mang Ujang tuh di depan. katanya nyusulin kamu” ujar tante Lusi dari pintu kamar. Aku bangun dari ranjang. Segera ku tengok dari balkon
“oh set Omah, aku harus cepat pulang. Pasti omah menghawatirkanku”  merangkul sepatu dan tas berisikan buku-buku dengan terburu-buru.
“Rio kamu tidak makan dulu” taya tante Lusi
“iyah yo, makan dulu lah bareng kami, sekalian ajak Mang ujang” ajak Drim
“Tidak tante. Soalnya Omah pasti menunggu untuk makan malam” sambil ku kenakan sepatuku “Aku pulang dulu tante. Sampai ketemu besok Drim” salam pamit yang kusampaikan.
Tepat sekali dengan apa yang ku pikirkan. Omah telah menunggu dimeja maka. Rasanya aku merasa bersalah tengah membuarnya hawair. Dikarnakan tidak mematuhi perintah omah tadi pagi. Dan sekarang Aku telah membuat omah bersedih karna terlalu lama menungguku pulang. Segera kukecup pipi kiri dan kanan omah sambil memandagnya.
“sudah jagan terlalu lama memandang omah. Ayo dududuk. Embok bawa kotak obat kesini” suruh omah
“aduh bagai mana kalo omah tanya kenapa pipiku memar. Harus aku jawab apa?” bisik dalam hatiku. “Omah aku ganti dulu baju” terang ku pada omah sambil berdiri.
“sudah obati dulu lukamu. Setelah lukamu di obati lalu makan. nanti saja ganti bajunya sehabis makan” aku duduk kembali di kursiku. “gimana sekolah kamu hari ini? Omah dengar kamu berkelahi disekolah” tanya omah.
Kenapa hari ini bayak sekali kejutan yang aku dapatkat. Omah mengejutkanku dengan pertanyaan yang akan membuat omah kecewa gara-gara aku berkelahi.
“dari mana omah tahu aku berkelahi? Apa omah marah padaku?” menunduk malu.
“omah tidak marah. Cuma omah hawatir kamu kenapa-napa. Rasa hawatir omah terbukti. Pipi kamu memar, mana kotak obatnya bok”
Omah memngobati luka memarku. Rasanya aga perih tavi aku tahan biar omah tidak terlalu hawatir melihatku seperti ini.
“kalau perih jagan ditahan, kalau mau bilah ah ucapkan saja.”  Ucap omah melihatku menahan rasa sakit dan perih.
“ah omah bisa aja. Omah tahu dari mana aku berkelahi?” mengulang kembali pertayaan yang tidak sempat omah jawab.
“gimana udah aga baiakan?” Anggukan kepala menandakan aku sudah merasa baikan. “tadi sore Felin datag kerumah, kataya ada janji dengan kamu! Felin berkali kali menghubungi kamu begitu juga omah terus menhubungumu, tapi tidak pernah nyambung. Karna Felin terliht bosan menunggumu Omah ajak ia bicara. sewaktu Omah tanya tentang sekola hari ini. Felin tidak sengaja menceitakannya pada omah tentag perkelahian antar kamu dengan Glen. disebabkan kamu membela kawan lemahmu” terag omah padaku
Tidak sedikitpun raut marah yang tersimpan diwajah omah. Malahan omah bilang ia sangat bangga. Namun dibalik kebanggaannya, omah juga merasa hawatir karna sikapku telah membuatku celaka.
“Omah akan membuat perhitungan dengan keluarga mereka. Kalau perlu Omah akan menuntut mereka karna tengah membuat cucu Omah memar seperti ini” membereskan kembali kotak obat.
Sebenarnya yang ku hawatirkan bukanlah kemarahan omah. Namun sikap omah yang selalu berlebihan membelaku. Untungnya aku dapat merayu Omah untuk mengurungkan niatnya menuntu keluarga Glen. Dada ini terasa begitu lega. Karna kalau ini benar-benar terjadi, pastilah akan banyak gosisp tentang pertikaian mereka. Omah berkostum penyihihir dengan tongkat sapun terbangnya Vs Keluarga Glen berkostum ninja.
Segera mungkin aku beristirahat. Usai mekan malam, ganti baju dan membersihkan badan. Aku tidak pernah tahu kenapa halimah selalu muncl dipikiran ini. pertemuan singkat tadi mengungkap semua tentang halimah. Sekarang aku tahu kalau halimah pindah sekolah ke Tuna Bangsa dikarnakan setiap 5 tahun sekali Ayahnya dipindah alihkan tugas. Kebetulan sekarang bertugas di wilayah perkotaan. Rela berpindah-pindah sekolah mengikuti ayahnya. Sebab hanya tinggal seorang ayah yang ia miliki. Ibunya telah meninggal ketika ia berusia 9 tahun. Setelah lulus Sekolah Dasar Halimah menempuh pendidikan Di Madrasa Tsanawiah dan tinggal di Asrama atau lebih umumnya dipesantern. Lulus dari Madrasah Tsanawiah ia melanjutkan sekolah di sekolah Muslim selama 2 tahun. Hingga satu tahun akhir ia akan bersekolah di Tuna Tangsa. Satu kebodohan telah  Aku ulang kembali, karna tidak menanyakan nomor henpon dan alamat rumahnya.
Bangun dari ranjang tidur, lekas duduk dikursi menghadap meja gadang penuh dengan tumpukan buku dan semua kebutukan sekolah. Mulai berhalusinasi kembali tentang hari esok. “Mungkin hari esok aku akan dapatkan satu kalimat berderet nomor Telepon dan satu kalimat berisikan alamat rumahnya” terbayang dikepalaku. “Aku ingin malam ini cepat berlalu”ucapku sambil menyjulurkan kedua tangan kearah kiri dan kanan seperti orang yang menguap. “gubrag” suara buku terjatuh terdorong tanganku. Buku yang kubeli bersama Drim bertuliskan Ajaran islam terjatuh seakan ia meminta untuk dibaca. 
Sedikit demi sedikit aku mulai tahu tentang ajaran islam. Bagaimana membersihkan diri dari hadas kecil dan besar, tatacara shalat dengan hapalannya. Satu persatu mulai aku utarakan dalam keseharian. Jejak langkah telah lama membelok dari jalurnya, seakan terarah pada tol pencerahan. Hati kering nan dahaga akan nama islam, mulai tersirami dengan kesejukan rohani. Lama tak jumpa dengan kalimat suci, terasa haru ketika sapaan kalam menghampiri lisan ini. Telinga telah lama tertutupi gendang duniyawi seperti seseorang tuli, saat ini mendengar nada terindah terucap dari suaranya. Bahkan mata telah hanyut dalam kebutaan, seakan tertutupi nafsu dan tontonan haram, mulai aku rapatkan dari tatapan dusta dan godaan.

AKU INGIN KEMBALI
Kau tahu sayang! aku ini seperti jeruji-jeruji yang malang. Yang mendekap lapisan narapidana dunia. Begitu juga jasad yang meneguk arak dalam pergaulannya, mengisap darah pembunuhanya, memakan daging keberutalannya.
Masihkah engkau menyayangiku? Setelah melihat santapan kehidupan ini. Ataukah aku harus meninggalkamu. Agar engkau tak kecewa dihujung pilu.
Wahai cintaku! Tolong buka mata hatimu, untuk sadar dari ambisi nafsu. Tolong buka akal sehatmu dan berpikirlah aku bukan harapanmu. Aku mohon redupkan pilihan dari arah maksiat.
Bila engkau tak mampu. Maka sadarkan aku dalam tasbih surgamu. Terangi hatiku dengan batik ikhlasmu. Selimuti aku dengan sutra imanmu. Bawa aku pada jalan Robbi yang agung.

0 comments:

Post a Comment

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net