Cucu Abdul Karim
Usai menegok Wil
dirumahnya, aku bersama Drim menghabiskan sisa waktu untuk mencari buku-buku tentang islam. Semuanya berkaitan
tentag islam. Setelah merasa lelah seharian mencari buku aku mampir dulu
kerumah Drim. Terbaring diatas ranjang, sambil memejamkan mata.
“Satu taburan serbuk
penyejuk terpancar dari hatinyah. Telah mengukir sebuah goresan yang telah lama
terlupakan. Saat segumpl hati terus merasa hitan nan beku. ia berikan sebuah
penerangan hingga membuat luluh hati ini. Ketika kaki teralu ambisius mengikuti
arah ibujarinya yang tertutup lumpur. Ia hendah bersedia membersihkan ibujari
dengan kain putih jilbabnya. Sekarang aku paham kalau sesungguhnya tasbih bukanlah
satu satunya alat untuk berdzikit dengan menyebut asmanya. Tetapi mensyukuri
satu keindahan yang diciptakan tuham juga termasuk dari sebagian Dzikir” satu
syair terucap dariku.
“yo lumayan bagus juga
kata-katamu” puji Drim
“Rio ada Mang Ujang tuh
di depan. katanya nyusulin kamu” ujar tante Lusi dari pintu kamar. Aku bangun
dari ranjang. Segera ku tengok dari balkon
“oh set Omah, aku harus
cepat pulang. Pasti omah menghawatirkanku”
merangkul sepatu dan tas berisikan buku-buku dengan terburu-buru.
“Rio kamu tidak makan
dulu” taya tante Lusi
“iyah yo, makan dulu
lah bareng kami, sekalian ajak Mang ujang” ajak Drim
“Tidak tante. Soalnya
Omah pasti menunggu untuk makan malam” sambil ku kenakan sepatuku “Aku pulang
dulu tante. Sampai ketemu besok Drim” salam pamit yang kusampaikan.
Tepat sekali dengan apa
yang ku pikirkan. Omah telah menunggu dimeja maka. Rasanya aku merasa bersalah
tengah membuarnya hawair. Dikarnakan tidak mematuhi perintah omah tadi pagi.
Dan sekarang Aku telah membuat omah bersedih karna terlalu lama menungguku
pulang. Segera kukecup pipi kiri dan kanan omah sambil memandagnya.
“sudah jagan terlalu
lama memandang omah. Ayo dududuk. Embok bawa kotak obat kesini” suruh omah
“aduh bagai mana kalo
omah tanya kenapa pipiku memar. Harus aku jawab apa?” bisik dalam hatiku. “Omah
aku ganti dulu baju” terang ku pada omah sambil berdiri.
“sudah obati dulu
lukamu. Setelah lukamu di obati lalu makan. nanti saja ganti bajunya sehabis
makan” aku duduk kembali di kursiku. “gimana sekolah kamu hari ini? Omah dengar
kamu berkelahi disekolah” tanya omah.
Kenapa hari ini bayak
sekali kejutan yang aku dapatkat. Omah mengejutkanku dengan pertanyaan yang
akan membuat omah kecewa gara-gara aku berkelahi.
“dari mana omah tahu
aku berkelahi? Apa omah marah padaku?” menunduk malu.
“omah tidak marah. Cuma
omah hawatir kamu kenapa-napa. Rasa hawatir omah terbukti. Pipi kamu memar,
mana kotak obatnya bok”
Omah memngobati luka
memarku. Rasanya aga perih tavi aku tahan biar omah tidak terlalu hawatir
melihatku seperti ini.
“kalau perih jagan
ditahan, kalau mau bilah ah ucapkan saja.”
Ucap omah melihatku menahan rasa sakit dan perih.
“ah omah bisa aja. Omah
tahu dari mana aku berkelahi?” mengulang kembali pertayaan yang tidak sempat
omah jawab.
“gimana udah aga baiakan?”
Anggukan kepala menandakan aku sudah merasa baikan. “tadi sore Felin datag
kerumah, kataya ada janji dengan kamu! Felin berkali kali menghubungi kamu
begitu juga omah terus menhubungumu, tapi tidak pernah nyambung. Karna Felin terliht
bosan menunggumu Omah ajak ia bicara. sewaktu Omah tanya tentang sekola hari
ini. Felin tidak sengaja menceitakannya pada omah tentag perkelahian antar kamu
dengan Glen. disebabkan kamu membela kawan lemahmu” terag omah padaku
Tidak sedikitpun raut
marah yang tersimpan diwajah omah. Malahan omah bilang ia sangat bangga. Namun dibalik
kebanggaannya, omah juga merasa hawatir karna sikapku telah membuatku celaka.
“Omah akan membuat
perhitungan dengan keluarga mereka. Kalau perlu Omah akan menuntut mereka karna
tengah membuat cucu Omah memar seperti ini” membereskan kembali kotak obat.
Sebenarnya yang ku
hawatirkan bukanlah kemarahan omah. Namun sikap omah yang selalu berlebihan
membelaku. Untungnya aku dapat merayu Omah untuk mengurungkan niatnya menuntu
keluarga Glen. Dada ini terasa begitu lega. Karna kalau ini benar-benar terjadi,
pastilah akan banyak gosisp tentang pertikaian mereka. Omah berkostum
penyihihir dengan tongkat sapun terbangnya Vs Keluarga Glen berkostum ninja.
Segera mungkin aku
beristirahat. Usai mekan malam, ganti baju dan membersihkan badan. Aku tidak
pernah tahu kenapa halimah selalu muncl dipikiran ini. pertemuan singkat tadi
mengungkap semua tentang halimah. Sekarang aku tahu kalau halimah pindah
sekolah ke Tuna Bangsa dikarnakan setiap 5 tahun sekali Ayahnya dipindah alihkan
tugas. Kebetulan sekarang bertugas di wilayah perkotaan. Rela berpindah-pindah
sekolah mengikuti ayahnya. Sebab hanya tinggal seorang ayah yang ia miliki.
Ibunya telah meninggal ketika ia berusia 9 tahun. Setelah lulus Sekolah Dasar Halimah
menempuh pendidikan Di Madrasa Tsanawiah dan tinggal di Asrama atau lebih
umumnya dipesantern. Lulus dari Madrasah Tsanawiah ia melanjutkan sekolah di
sekolah Muslim selama 2 tahun. Hingga satu tahun akhir ia akan bersekolah di
Tuna Tangsa. Satu kebodohan telah Aku
ulang kembali, karna tidak menanyakan nomor henpon dan alamat rumahnya.
Bangun dari ranjang
tidur, lekas duduk dikursi menghadap meja gadang penuh dengan tumpukan buku dan
semua kebutukan sekolah. Mulai berhalusinasi kembali tentang hari esok. “Mungkin
hari esok aku akan dapatkan satu kalimat berderet nomor Telepon dan satu
kalimat berisikan alamat rumahnya” terbayang dikepalaku. “Aku ingin malam ini
cepat berlalu”ucapku sambil menyjulurkan kedua tangan kearah kiri dan kanan
seperti orang yang menguap. “gubrag” suara buku terjatuh terdorong tanganku.
Buku yang kubeli bersama Drim bertuliskan Ajaran islam terjatuh seakan ia meminta
untuk dibaca.
Sedikit demi sedikit
aku mulai tahu tentang ajaran islam. Bagaimana membersihkan diri dari hadas
kecil dan besar, tatacara shalat dengan hapalannya. Satu persatu mulai aku
utarakan dalam keseharian. Jejak langkah telah lama membelok dari jalurnya,
seakan terarah pada tol pencerahan. Hati kering nan dahaga akan nama islam,
mulai tersirami dengan kesejukan rohani. Lama tak jumpa dengan kalimat suci,
terasa haru ketika sapaan kalam menghampiri lisan ini. Telinga telah lama
tertutupi gendang duniyawi seperti seseorang tuli, saat ini mendengar nada
terindah terucap dari suaranya. Bahkan mata telah hanyut dalam kebutaan, seakan
tertutupi nafsu dan tontonan haram, mulai aku rapatkan dari tatapan dusta dan
godaan.
AKU
INGIN KEMBALI
Kau tahu
sayang! aku ini seperti jeruji-jeruji yang malang. Yang mendekap lapisan
narapidana dunia. Begitu juga jasad yang meneguk arak dalam pergaulannya,
mengisap darah pembunuhanya, memakan daging keberutalannya.
Masihkah
engkau menyayangiku? Setelah melihat santapan kehidupan ini. Ataukah aku harus
meninggalkamu. Agar engkau tak kecewa dihujung pilu.
Wahai
cintaku! Tolong buka mata hatimu, untuk sadar dari ambisi nafsu. Tolong buka
akal sehatmu dan berpikirlah aku bukan harapanmu. Aku mohon redupkan pilihan
dari arah maksiat.
Bila
engkau tak mampu. Maka sadarkan aku dalam tasbih surgamu. Terangi hatiku dengan
batik ikhlasmu. Selimuti aku dengan sutra imanmu. Bawa aku pada jalan Robbi
yang agung.
0 comments:
Post a Comment