1. SYAIR SAPA

1. SYAIR SAPA 
Cucu Abdul Karim
Suara lembut pagi menerpa jiwa yang sempat hilang akan semangat perjalanan. Rengekan-rengekan air keran terus menjadi sentuhan kesegaran diawal segarnya tubuh menuju rongga nadi. Seakan hanyut pada air mata keran yang menggenangi tubuh menaruh kesegaran. Rambatan sinar sang mentari merasuki jendela kaca, terus membelai kulit menebar hagat merasuk pori-pori. Mata tak berkedip terus memandang langit dibalik jendela kamar. Hidung terus menghirup segarnya suasana merasuk rongga jiwa. Bibir terus berhembus melepas kesegaran napas dari lubuk jasad. Telinga terus tertelang pada setiap syair jiwa, siulan angin, nyanyian burung, dan percakapan manusia diawal sapa pagi yang indah. Tangan mulai merangkul tas, tumpukan buku dan sisa-sisa cemilan diatas meja gadang tugas. Kaki mulai berpijak menata tapak menyusuri satu persatu anak tangga.  
Haru terus merambat pada setiap aliran darah. Langkah kaki terhenti seketika dihujung anak tagga. Mata terus berbinar saat menatap kulit keriput terus dibentangkan. Warna putih pada rambut semakin menutupi kepalanya. Seakan wanita tua ini tidak pernah lelah menunggu cucu kesayangan  turun dari kamarnya. Wanita tua dengan baju kebaya dikenakannya, duduk bersimpu di atas kursi bersama sarapan yang telah ia persiapkan diatas meja makan. Kursi kursi disampingnya seakan ikut menemani dengan penuh kesungguhan. Tubuh haru berbalik perlahan membelakangi searah 180 % dari posisi awal. Kedua tagan dengan sagat cepat menghapus genangan airmata.   menghembuskan napas penuh rasa rilexs, sekedar menghilangkan keharuan tersimpan pada raut wajah.
“Rio kamu kebiasaan berdiri di depan tangga, cepat sarapan! Nanti kamu terlambat sekolah” Suruh Omah dengan suara lantang. Hanya anggukan kepala yang menjadi jawabanku. Seketika berjalan menghampirinya. Tubuh ini kembali terpaku memandang wanita tua seakan tidak pernah lelah memanjakan menantu dan cucunya.  
“Loh malah berdiri, tidak baik memandang Omah sampai segitunya, ayo cepat duduk!” dengan perlahan omah berkata padaku yang terus memandanginya. Diatas meja tertata rapih sarapan pagi. Tetapi paling membuatku senang yaitu tersajinya kueh berlapis keju. Menggeserkan satu kursi sedikit kebelakang hingga ku duduki.
 “Inikan kueh kesukaan ku ! apa omah membuatnya ?” kedua mata ini tertatap pada wajah yang sedag sibuk membereksan sajian lain dari simbo. 
“Sudah jagan banyak tanya, buruan makan, jagan lupa diminum susunya sampai habis!” tangn kananya mengelus-ngelus pundakku
“Omah rasanya enak sekali ”
“Kamu itu, jagan cepat-cepat makannya, nanti tersedak”
“ibu dimna ?” kedua mata ini kembali menatap Omah.
“lagi di kamar ? Mbok tolong antarkan sarapan buat non Hana!”
“biar aku saja yang mengantar sarapan buat ibu, sekalian pamit berangkat sekolah” dengan seketika tubuh ku berdiri tegak.
“ya sudah” senyuman hanyat terpancar dari bibir Omah
“simbo sini sarapannya. Biar aku yang nganterin sarapan buat Ibu” kuambil segera sarapan Ibu dari Simbo.
Mulut penuh dengan kueh, tangan kiri memegang segelas susu dan tangan kanan memegang sarapan buat ibu menjadi kebiasaan di pagi hariku. Kudorong perlahan pintu kamar, selalu terbuka sekitar 5 cm. Seringkali kulihat Ibu duduk di kursi samping ranjang tidurnya, sambil menatap vigura kosong penuh kenangan diatas meja. Dulu ayah memberikan vigura poto berbingkai itu ketika diakhir masa kelahiranku. Cerita Omah padaku.
“ibu ini sarapanya! Seperti biasa disimpan dimeja. Aku berangkat sekolah dulu, ibu baik-baik dirumah. Assalamualaikum”
Setiap kali berangkat dan pulang sekolah, Ibu selalu terdiam saat kukecup tangan dan pipi kanannya. Menutup kembali pintu kamar tak kurapatkan. Berat rasanya harus meninggalkan ibu dalam keadaan kurang sehat. Meski orang-orang berkata ibuku adalah wanita gila yang melahirkan janin berdosa dari hasil pergaulannya. Memang dimasa lalu tingkah laku ayah ibu selalu menjadi sorotan banyak orang. Saat riak-riak remaja menjadi pemeran utama dalam sebuah kenangan masa muda. Tetapi semuanya merupakan kehilapan nafsu kendali ayah ibu. Masa lalu tidak seharusnya menjadi permasalahan. Teapi masa suram itu akan menjadi sebuah gambaran serta tolak ukur bagi perjalana hidup yang sedang Aku alami.  
Wanita cupu berambut kepang dua di kepalanya dengan kecamata bulat warna kopi yang selalu menutupi matanya. Baju putih panjang agak longgar bersama rok rempel besar hingg menutupi mata kakinya, menjadi ciri khas busana ibu yang terus menjadi bahan ejekan dan gurauan teman-teman sekelasnya. Dimanapun Wanita cupu ini berada, baik di kelas, di kantin, di perpustakaan sampai di toilet sekolah. Ia selalu menjadi target pas untuk dijaili dan bahan penyisihan kawan sepermainan.
Arah jarum jam mengarah pada angka 10.00 WIB. Terlihat anak-anak sudah tidak tahan ingin segera keluar dari kelas. Tidak lama kemudian bel waktu istirahat berbunyi. Gurauan anak-anak kelas mulai membisingi telinga. Bahkan celotehan - celotehan mulai menyapa dengan indahnya. Mungkin salah satu keanaehan dari wanita cupu ini adalah tak pernah menghiraukan ejekan dan siulan merdu memojokan. Hampir miripnya cuek kali ? apa seperti angin lalu gitu ? atau dianggapnya tidak penting gitu. 
Diperpustakaan wanita cupu bertemu dengan lelaki yang sangat ia sukai. Lelaki ini menjadi banyak idaman wanita. Namanya Rendi Sebastian alias ayah ku. Berpura-pura mencari buku sambil berjalan menyamping kearah kanan. Satu persatu telunjuk kanannya menyusuri buku. Tetapi matanya terus terfokus memandangi Rendi dengan penuh penghayatan. Gimana gitu orang yang sedang kasmaran saat memandang seseorang yang ia sukai. Tak sadar ia menyenggol tumpukan buku.
“gubrag” suara buku terjatuh. Seluruh pasang mata yang berada di perpustakaan tertuju padanya.
“aduh” lirik kanan-kiri sambil mengangguk-nganggukan kepala memelas malu. Segera merapihkan buku terjatuh berantakan.
“boleh aku membantumu ?”
Ia tak menyangka kalau Rendi akan datang menghampiri dan membantunya membereskan buku.
“oh ia”  taman dihatinya mendadak penuh dengan bunga yang tumbuh dengan seketika. Waran merah dari bunga hatinya terpancar dikedua pipinya.
Kejadian senggol buku diperpustakaan menjadi awal baik bagi wanita cupu. Entah apa yang terjadi selanjutnya, sehingga wanita cupu ini semakin dekat dengan Rendi. Sering belajar bareng, makan bareng di kantin, pokoknya dan lain lain deh.    
Jam terus berputar, waktu terus berlalu, pagi siang sore malam terus bergantian menyusuri waktu. Rendi mengetahui kalau sebenarnya wanita cupu sangat menyukainya. Tetapi Rendi berpura-pura tidak tahu apa-apa. Kini tiba waktunya wanita cupu mengatakan  Sebuah benak sanjung terselinap dalam hatinya. Seuntai rasa sayang menata nyaman saat berdampingan. Seiring merdunya syair yang terucap menambah semangat pergeraknnya. Dalam sebuah janji pertemuan ditaman perkotaan dekat kerumuna perumahan. Wanita cupu duduk manis diatas kursi. Bunga mulai menyembunyikan keangkuhan warna. Namun harum mewangi tengah menebar aroma pelangi pada warna yang mencolok. Sorotan mentari seolah pamit untuk beristirahat, telah menyajikan warna kuning tertebar dilangit senja sore hari. Rasa gugup berpadu bersama kencangnya detak jantung.
“sore hana, maaf aku terlambat ! sudah lama menunggu ?” dengan tergesa ia datang. Duduk disamping Hana.
            “aku juga baru datag! Rendi aku, aku, aku” nada pelan gugup, pipi memerah kelapanya menunduk kebawah.
“oh ia Han. Wanita cantik dan manis waktu di kantin, temen sekelas kamu yah?” wajahnya menatap lurus kedepan seolah membayangkan apa yang dikatakannya.
“yang mana?” hatinya terkejut bersama raut muka penuh pertanyaan
“itu waktu di katin” berpikir keras. Memetik jari tangnnya dengan sebelahmata terpejam saat ia ingat namaya “kalau gak salah namanyah serlina !”
“oh serlina. iah temen sekelas aku. Memangnya kenapa dengan serlina?” suara pelan menandakan rasa patah hati. diapit kedua tagan lemas dengan jari teranyam oleh kedua pahanya.
“apa dia sudah punya pacar ?” diarahkannya wajah penuh pertanyaan pada raut muka hana yang sedikit tercengang
“memangnya kenapa ?”
“tidak nanya doang” dipasanya rasa jual mahal. Kembali duduk menyamping dengan posisi tubuh tegap.
“oh, kalau gak salah belum punya pacar” jawab polosnya sambil tertunduk lesu
“apa ? belum punya pacar ! yes yes yes akhirnya aku punya kesempatan” berdiri sanbil lelompat satu kali dengan diayunkannya kedua tangan terkepal, sikut ditekuk hingga membentuk 75%. “Han. bisa bantu aku untuk bilang pada serlina, Kalau aku sangat menyukainya!”
Satu persatu kelopak bunga hatinya berjatuhan. Senja sorehar taidak lagi terlihat indah. “apa kamu menyukainya ?” begitu polosnya wanita cupu ini menanyakan hal yang meras patut ia tayakan.
“sudah lama aku memperhatikanya han!”
Musik melau menjadi pengiring hati yang sedang galau. Pelangi yang telah lama menyelimuti hati berubah sekejap menjadi hitam kelabu. Gadis cupu terlalu berharap atas hati menggejolak. Kasih tak sampai, cinta bertepuk sebelah tangan menjadi tema utama sang pemilik hati. Lesu terus terasa disetiap persendian. Sore hari yang indah seakan tenggelam dalam gelapnya malam. Begitu juga dengan malam terus tersingkirkan oleh efek warna kuning yang merambat dari pusat tata surya timur.
Kokokan ayam selalu menyapa mentari mengintip bumi dari upuk timur. Kabut pekat renta untuk dilihat mulai memudar. Ranting ranting menggigil mulai menghangatkan batang tubuhnya dengan sinar mentari. Bunga-bunga bermekaran ditaman mulai mengangulkan warna identiknya. Nyanyian burung terus menggericik melompati tangkai dan dahan pohon. Kokokan ayam, kabut pekat, ranting menggigil, nyanyian burung telah berpadu dalam suasana pagi tidak lagi terasa segar.
 Diatas meja gadang kamar. Disamping rak buku, bersebelahan dengan tempat pensil berdiri tegak. Jam beker membisikan waktu pukul 06.30 Wib. Henpon Genggam terus membisingi ruang kamar. Nada dring berkali kali berbunyi seakan meminta untuk menekan warna hijau tanda jawaban panggilan. Gadis cupu serentak bangun dari ranjang mimpinya. Kedua kakinya terselunjur kebawah. Cermin besar ukuran satu kali satu meter berada tepat dihadapanya. Kepala tertunduk lesu menengadah. terlihat dirinya berada dicermin seperti singga bangun tidur. Berpikir keras, cowok mana yang mau padanya bila ia terus menjadi sosok wanita cupu. Seketika ia mulai mengubah semua tentang gaya dirinya. Kepangan rambutnya diuraikan. Kecamata coklat dilepaskan. Busana nora ia simpan dengan rapih. Mata berlensa, bibir seksi gemilau lip glos, bulu mata tebal maskara, pelipis mata terulas ailiner. Cantik sempurna menjadi julukan barunya. Kata bimsalabim seolah mengubah semua takdir cupu lamanya. Pesonanya menghipnotis beribu-ribu pasang mata. Cerita bebek buruk rupa seolah menjadi ending kisah sekarang.
Dibawah pohon besar taman sekolah. Berbaris bunga-bunga tampa sentuhan para pekerja. Daun-daun kering menjadikan suasana terasa sejuk. Ranting kecil yang berserakan diakar pohon terlihat menawan. Terbaring kursi panjang terbuat dari bambu. Hana duduk menyendiri sambil membaca novel yang dipinjamnya dari perpustakaan. Satu persatu lebar kertas ia buka dengan perlahan.
“hey, Aku cari kamu kemana-mana tidak ada. ternyata kamu di sini ! lagi ngapain ?” tanya rendi mengagetkan Hana. Tangn kiri rendi menyampai dipundak sebelah kananny. Seketika Hana melirik penuh rasa kaget. Perlahan menjawab pertanyaan Rendi.
“aku tadi pergi keperpustakaan pinjem novel. rasaya ingin membaca di tempat yang sejuk. Jadi pergi ketaman” wajah nya kembaili menatap buku yang dipegannya
“memang disini suasananya sejuk ! boleh aku duduk ?” berkata sambil duduk di kursi
“Duduk aja, tidak ada yang melarang” liriknya pada Rendi bersama senyuman manisnya.
“kamu bisa aja. Han ? eeh, gimana yah bilangnya” tangn kiri menggaruk dikepalanya.
“bilag apa ?” tanya replek Hana. Mata tetap terpokus pada buku bacannya
“huh (suara hembusan napas) nanti malam kamu ada acara ga ?” dihujung kata suaranya semakin pelan. sedikit aga tahan harga. Badan tegap seperti tidak mengatakan apapun. 
“oh. sejak kapan ada cowok yang mau sama cewe kaya aku. Cewek nora, kampungan lagi. dan sejak kapan aku punya acara di malam hari ?” ucap merendahkan dirinya dengan tertunduk
“engga mastiin aja!!! Boleh gak Nanti malam jam 7 aku jemput kamu ? ” kakinya terus diayunkan. Seolah tampak mau mengatakanya.
“emag mau kemana?” terheran dengan kata kata rendi
“pokonya kamu siap-siap aja. Nanti aku jemput Ok” keketika sikapnya begitu tenang
“eeh” berpikir dengan kepala aga menengak menyamping kekanan
“ayo lah Han, kali ini aja ” turun dari kursi panjag, jongkok dihadapan hana sambil merangkul tagan yang sedang memegang novel bacaannya. Memasang raut wajah penuh permohona
“eeh, oke deh”
Saat tangan tak lagi merangkul harapan hampa, ia menoba merangkul sebuah usaha. saat kasih tak tersampaikan, ia utarakan dalam bingkisan angin yang membisik. Ketika pandangan terlalu kuat akan sosok diri, maka raga hendaklah menata diri dalam sebuah keindahan. cerminan diri telah menata gaya hidupnya. Kasih tak sampai tidak lagi bertepuk sebelah tangan. Pertemuan malam ini mangungkap sebuah utara hati yang terlalu lama terdiam dalam sosok cupu lamanya. Lirik mata sang pujaan hati dulu selalu menatap pujian lain. Tetapi kali ini sang pujaan hati terlalu pokus memandangi puisi terindah yang lama terabaikan. seperti sebuah ibarat, sekali mendayung dua pulau terlampaui.
Lama memadu sanjung, rapat membelai kasih, senada bertindak bersama setiap kali menjalani keseharian. Dua sejoli ini seringkali menjadi tatapan iri anak-anak sebayanya. Kebersamaan mereka terus berlanjut seakan tidak mungkin untuk dipisahkan. Hingga mereka lulus dari sekolah SMA dan masuk keperguruan tinggi. 

0 comments:

Post a Comment

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net